Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Janji Stimulus dari China, Harapan untuk Dunia

China merilis paket stimulus jumbo pada Selasa (24/9/2024). Stimulus terbesar sejak pandemi ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi China dan juga dunia.
Gedung Peoples Bank of China (PBOC) di Beijing, China, pada hari Senin, 12 Agustus 2024./Bloomberg
Gedung Peoples Bank of China (PBOC) di Beijing, China, pada hari Senin, 12 Agustus 2024./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – China meluncurkan stimulus jumbo untuk mendorong ekonomi keluar dari deflasi dan kembali ke target pertumbuhan ekonomi pemerintah. Langkah ini juga menjadi harapan bagi dunia yang khawatir akan menurunnya pertumbuhan di Negeri Panda ini.

Melansir Reuters, Rabu (25/9/2024), bank sentral China (People’s Bank of China/PBOC) meluncurkan paket stimulus termasuk bantuan likuiditas perbankan dan penurunan suku bunga. Paket stimulus ini merupakan yang paling besar sejak pandemi Covid-19 lalu.

Gubernur PBOC Pan Gongsheng mengatakan bank sentral akan memangkas suku bunga 7-day reverse repo rate sebesar 0,2 poin persentase menjadi 1,5%.

Selain itu, PBOC juga memangkas giro wajib minimum (GWM) perbankan sebesar 50 basis poin dalam waktu dekat, sehingga memberikan likuiditas ekstra sekitar 1 triliun yuan atau US$142,21 miliar untuk perbankan.

PBOC juga akan memandu bank-bank komersial untuk menurunkan suku bunga KPR saat ini sebesar 0,5 poin persentase secara rata-rata, untuk memberikan bantuan kepada rumah tangga.

PBOC juga akan mengijinkan bank-bank komersial untuk menggunakan 100% dari fasilitas pinjaman 300 miliar yuan untuk membiayai pinjaman yang mereka tawarkan kepada perusahaan-perusahaan BUMN untuk mengakuisisi rumah susun yang belum terjual untuk perumahan terjangkau, naik dari 60% saat ini.

Di sisi lain, para analis mempertanyakan seberapa produktif suntikan likuiditas PBOC ini mengingat permintaan kredit yang sangat lemah dari bisnis dan konsumen, dan mencatat tidak adanya kebijakan yang ditujukan untuk mendukung aktivitas ekonomi riil.

Analis Capital Economics Julian Evans-Pritchard mengatgakan ini adalah paket stimulus PBOC yang paling signifikan sejak hari-hari awal pandemi. Namun diperlukan lebih banyak stimulus fiskal untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi ke target 5%.

“Tetapi dengan sendirinya, itu mungkin tidak cukup. Lebih banyak stimulus fiskal mungkin diperlukan untuk mengembalikan pertumbuhan ke lintasan menuju target resmi tahun ini sekitar 5%,” ungkapnya seperti dikutip Reuters.

Ekonom senior Natixis Gary Ng mengatakan langkah ini mungkin sedikit terlambat, tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

”China membutuhkan tingkat suku bunga yang lebih rendah untuk meningkatkan kepercayaan diri,” jelasnya.

Reaksi Pasar

Saham-saham China dan Asia melonjak hingga hari ini, merespons stimulus jumbo dari PBOC ini. Indeks saham blue chip CSI300 mengawali perdagangan dengan penguatan 3,1% setelah ditutup menguat 4,3% pada Selasa.

Sementara itu, indeks Hang Seng Hong Kong naik 2,2%, menambah lonjakan 4,1% pada hari Selasa.

Awal yang kuat untuk saham-saham China menyegarkan indeks regional lainnya. Indeks Taiwan menguat 1,3% dan Kospi Korea Selatan naik 0,1%. Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang juga menguat 1%, sedangkan Nikkei Jepang menguat 0,3%.

Proyeksi ADB

Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) telah memperkirakan stimulus baru pemerintah China ini dalam laporan terbarunya yang dirilis Rabu.

ADB mempertahankan proyeksi pertumbuhan China tahun 2024 sebesar 4,8%, di bawah target resmi pemerintah sekitar 5%. Pertumbuhan untuk tahun 2025 masih diperkirakan sebesar 4,5%.

Kepala ekonom ADB Albert Park mengatakan langkah stimulus China yang baru saja diluncurkan masih perlu dibuktikan lebih lanjut karena banyak masalah struktural di sektor properti.

“Mungkin diperlukan lebih banyak usaha dan kerja keras dari pemerintah mereka untuk meredakan kekhawatiran para konsumen dan investor, ujar Park seperti dikutip Reuters.

Park juga mengatakan bahwa ADB tidak terlalu mengkhawatirkan deflasi di China karena ADB melihat harga-harga mulai pulih.

“Proyeksi pertumbuhan China dipertahankan meskipun terjadi penurunan yang berkepanjangan di sektor properti, dengan asumsi bahwa pelonggaran fiskal dan moneter lebih lanjut akan membantu menopang perekonomian,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper