Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, Indonesia kehilangan Rp50 triliun devisa setiap tahun karena aktivitas impor aluminium untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Kita harus keluar devisa kira-kira US$3,5 miliar setiap tahunnya, angka yang besar sekali Rp50 triliun lebih devisa kita hilang gara-gara kita impor aluminium,” ujar Jokowi saat meresmikan Injeksi Bauksit Perdana Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT Borneo Alumina Indonesia, Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (24/9/2024).
Menurutnya, kehadiran SGAR Mempawah Fase I bakal mengintegerasikan rantai pasokan industri aluminium dari hulu sampai hilir.
Smelter milik PT Borneo Alumina Indonesia, perusahaan patungan antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dengan PT Aneka Tambang Tbk. (Antam), ini nantinya akan menyerap bijih bauksit dari tambang Antam untuk diolah menjadi alumina.
Nantinya, produk alumina akan dikirim lewat Pelabuhan Kijing Mempawah atau Terminal Kijing, Kalimantan Barat menuju Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatra Utara untuk diolah lagi di smelter PT Inalum untuk menjadi aluminium.
“Oleh sebab itu, kami harapkan dengan investasi sebesar Rp16 triliun kita betul-betul akan memulai babak baru Indonesia sebagai negara industri,” ucap Jokowi.
Baca Juga
Penyebabnya, dia melanjutkan bahwa meskipun memiliki bahan mentah yang melimpah, Indonesia masih mengimpor aluminium hingga 56% dari kebutuhan dalam negeri.
“Dan kita tahu kebutuhan aluminium di dalam negeri saat ini 1,2 juta ton, 56%-nya kita impor. Kita punya bahan bakunya kita punya raw material-nya, tapi 56% aluminium kita impor,” katanya
Oleh sebab itu, Kepala Negara menegaskan bahwa pembangunan SGAR Mempawah Fase I ini menjadi titik awal agar negara bisa melakukan sendiri proses pengolahan bauksit menjadi aluminium sehingga tak lagi bergantung impor kepada negara lain.
Jokowi menekankan bahwa SGAR Mempawah Fase I pun ditargetkan akan berproduksi secara penuh pada 2025 mendatang. Meski begitu, dia menilai dengan selesainya pembangunan untuk fase pertamanya, maka usaha pemerintah untuk menyongsong Indonesia menjadi negara industri kian terlihat.
Menurutnya, dengan berhenti bergantung terhadap bahan mentah serta mengolah secara mandiri, maka nilai tambahnya akan diperoleh oleh masyarakat dan negara dengan jumlah yang besar.