Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potensi Pasar Bioetanol Capai US$114,7 Miliar di 2028, Bagaimana Peluang di RI?

Bahan bakar nabati jenis bioetanol diprediksi memiliki nilai pasar jumbo senilai US$114,7 miliar pada 2028. Bagaimana potensi di Indonesia?
Pertamax Green 95, bbm campuran bioetanol 5 persen, mulai dijual di sejumlah SPBU di Jakarta dan Surabaya/Bisnis-Nyoman Ary Wahyudi
Pertamax Green 95, bbm campuran bioetanol 5 persen, mulai dijual di sejumlah SPBU di Jakarta dan Surabaya/Bisnis-Nyoman Ary Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA - Bahan bakar nabati (BBN) jenis bioetanol diprediksi memiliki nilai pasar (market value) jumbo senilai US$114,7 miliar pada 2028. Seiring dengan hal tersebut, Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan bioetanol.

Mengacu data Statista, proyeksi nilai pasar bioetanol di seluruh dunia mencapai US$83,4 miliar pada 2023, atau sekitar Rp1.292,7 triliun (asumsi kurs Rp15.500 per dolar AS). Nilai itu diprediksi akan naik menjadi US$114,7 miliar atau sekitar Rp1.777 triliun pada 2028.

"Diperkirakan nilai pasar bioetanol akan mencapai US$114,7 miliar pada 2028, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan atau CAGR sebesar 6,6%," tulis riset Statista dikutip Rabu (4/9/2024).

Perlu diketahui, bioetanol merupakan bahan bakar alternatif dari nabati seperti tebu atau jagung yang dapat dicampur dengan bensin dalam kendaraan bermotor pada konsentrasi hingga 10%. Sejumlah negara pun telah mengembangkan bioetanol, seperti AS, Brasil, hingga Eropa.

Adapun, Amerika Serikat (AS) merupakan produsen utama bahan bakar etanol di dunia. Pada 2023, AS diperkirakan memproduksi 15,6 miliar galon bioetanol.

Selanjutnya, Brasil merupakan negara penghasil bioetanol terbesar kedua di dunia, dengan produksi 8,3 miliar galon pada tahun yang sama. Tingkat adopsi bahan bakar etanol di Brasil jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain, dengan kendaraan berbahan bakar fleksibel (flexy fuel) menjadi jenis kendaraan ringan yang paling umum.

Berturut-turut, negara penghasil bioetanol terbesar di dunia yakni Uni Eropa sebanyak 1,44 miliar galon, India 1,43 miliar galon, hingga China 950 juta galon.

Peluang RI Kembangkan Bioetanol

Di Indonesia, kendati menghadapi sejumlah tantangan dalam pengembangannya, bioetanol juga memiliki siklus positif yang dapat menguntungkan petani hingga memajukan industri bahan bakar nabati.

Direktur IMATAP Ditjen ILMATE Kemenperin, Dodiet Prasetyo, mengatakan sejatinya Indonesia memiliki potensi untuk pengembangan bioetanol. 

"Pertama alasannya karena etanol ini tidak memerlukan infrastruktur baru, artinya bisa tetap menggunakan eksisting infrastruktur yang sudah ada. Kemudian yang kedua adalah success story secara bertahap mandatori biodiesel mungkin bisa dijadikan sebagai acuan," kata Dodiet dalam Podcast Factory Hub Bisnis Indonesia, dikutip Rabu (4/9/2024).

Tak hanya itu, menurutnya pengembangan bioetanol dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi para petani. Sebab, bioetanol merupakan bahan bakar nabati yang diproduksi dari bahan-bahan organik seperti jagung, tebu, dan bahan baku selulosa lainnya.

Di lain sisi, Direktur Konservasi Energi Ditjen EBKE Kementerian ESDM, Hendra Iswahyudi, mengatakan sejauh ini sudah ada Pertamax Green 95, BBM campuran bioetanol 5% yang dijual di 75 SPBU di Jakarta dan Surabaya.

Lebih lanjut, Hendra mengatakan, implementasi penggunaan campuran bioetanol 5% pada bensin, yang dikenal dengan istilah E5, ini secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 10% pada 2029. 

Kendati demikian, progres pengembangan bioetanol itu tergolong lambat, sebab jika mengacu Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, seharusnya Indonesia sudah menggunakan campuran etanol sebesar 20% pada 2025. 

"Ini kita akan reviu kembali menjadi 10% dulu, karena kita punya banyak tantangan yang terutama tentang free stock ya, karena variasi bahan baku untuk etanol sebagian besar masih berasal dari tanaman pangan," ujar Hendra dalam Podcast Factory Hub Bisnis Indonesia, dikutip Selasa (3/9/2024).

Perlu diketahui, salah satu kritik utama terhadap bioetanol adalah penggunaan tanaman pangan untuk produksi bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan harga pangan dan mengurangi ketersediaan makanan, terutama di negara-negara berkembang.

"Tentu saja ini perlu kita susun peta jalannya, tata niaga bioetanol dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku dalam negeri dan kesiapan infrastruktur," katanya.

Alhasil, dia mengatakan perlu adanya kebijakan untuk mengakselerasi industri bioetanol. Sebab, dari 13 industri bioetanol yang ada, hanya dua yang memenuhi kriteria untuk bisa masuk sebagai fuel grade, yang lain adalah food grade.

Selain itu, pengembangan bioetanol juga menghadapi kendala dalam harga dan cukai yang hingga saat ini masih diterapkan pada etanol, yang merupakan bahan baku bioetanol.

Adapun, cukai etanol tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 160/2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol.

Berdasarkan beleid tersebut, etanol tanpa golongan dalam kadar berapapun dikenakan cukai Rp20.000 per liter untuk produksi dalam negeri dan luar negeri.

Tantangan lainnya yaitu dari sisi pengelolaan lahan yang berkelanjutan, efisiensi energi dari produksi bioetanol, serta pengembangan infrastruktur yang memerlukan investasi yang signifikan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper