Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom mengusulkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) secara moderat dan multiyears sesuai dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025, pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 5,9% menjadi Rp244,2 triliun.
Kenaikan target ini berisiko diikuti dengan kenaikan CHT tahun depan yang menambah panjang tantangan bagi industri tembakau usai pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan.
Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengusulkan kebijakan tersebut karena kenaikan cukai yang eksesif selama ini justru berdampak negatif terhadap pengendalian konsumsi dan realisasi penerimaan negara.
"Arah kebijakan cukai harus seimbang antara tujuan pengendalian konsumsi rokok dan peningkatan penerimaan negara," kata Achmad dalam keterangannya, Minggu (1/9/2024).
Dia menambahkan kebijakan tersebut juga harus memperhatikan keberlangsungan industri tembakau dan petani tembakau untuk meminimalkan dampak ekonominya.
Baca Juga
Kebijakan CHT multiyears, lanjutnya, bisa memberikan kepastian bagi industri untuk merencanakan produksi dan investasi jangka panjang.
Achmad berpendapat dari sisi penerimaan negara, kenaikan CHT dua digit tidak terbukti selalu berhasil menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi. Terlebih, kebijakan tersebut justru menimbulkan penurunan daya belu konsumen dan produktivitas industri hasil tembakau.
Dia mengatakan kenaikan CHT secara moderat single digit bisa memberikan ruang bagi industri untuk beradaptasi, menjaga daya beli masyarakat sehingga penurunan konsumsi juga terarah dan tidak merugikan industri.
Pada kesempatan terpisah, Managing Director Political Economy and Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengatakan kenaikan CHT dengan alasan untuk membatasi konsumsi rokok tidak efektif.
"Beban cukai yang tinggi justru akan menambah beban konsumen, akibatnya konsumen memilih barang yang lebih murah atau beralih ke konsumsi rokok ilegal," ujarnya.