Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diperkirakan akan menyelesaikan uji coba komersil solar berbasis sawit dengan kadar 40% (B40) pada Desember 2024.
Dikutip dari Bloomberg, Selasa (20/8/2024), perluasan bahan bakar minyak solar berbasis sawit ini sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani serta mengurangi defisit perdagangan.
Kementerian Pertanian menyatakan bahwa Indonesia berencana meningkatkan campuran biofuel berbasis kelapa sawit dengan solar menjadi 50% (B50). Saat ini, campuran biofuel di Indonesia berada pada level 35% (B35), dengan target untuk memperluasnya menjadi B40 pada tahun depan. Kepastian penggunaan B40 tahun depan setelah uji coba komersil pada kereta api, kapal, serta mesin pertambangan dan pertanian selesai pada Desember 2024 mendatang.
Laporan yang sama menjelaskan, pemerintah Indonesia akan melakukan studi ekonomi dan teknis, serta uji coba jalan guna menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung peningkatan program pencampuran ini. Langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil sekaligus memperkuat program energi hijau di negara tersebut.
Namun, program biofuel ini berpotensi menimbulkan dampak pada pasokan minyak kelapa sawit global. Indonesia, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar dunia, mencatat penurunan ekspor minyak sawit sekitar 3% menjadi 32,2 juta ton pada tahun 2023. Sementara itu, konsumsi dalam negeri mencapai 23,2 juta ton, dengan 10,7 juta ton digunakan untuk produksi biofuel. Produksi minyak kelapa sawit diperkirakan stagnan tahun ini akibat pohon yang menua dan kondisi cuaca yang buruk.
Kementerian Pertanian menyatakan akan berupaya memastikan pasokan minyak kelapa sawit untuk biofuel tanpa mengganggu penggunaannya di sektor pangan, industri lokal, dan ekspor. Pemerintah juga bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk mengembangkan lahan terdegradasi untuk budidaya kelapa sawit yang akan didedikasikan khusus untuk sektor energi.
Baca Juga
Ketua Kelompok Kerja B50, Andi Nur Alamsyah, menegaskan bahwa Indonesia perlu meningkatkan kapasitas produksi biofuel dan mengadopsi teknologi baru untuk mencapai kualitas bahan bakar yang diharapkan. Selain itu, pemerintah akan menyesuaikan insentif untuk penggunaan biodiesel dan merevisi beberapa peraturan sebelum menerapkan program B50.
Program peningkatan campuran biofuel ini juga menghadirkan tantangan bagi produsen otomotif, karena mesin kendaraan perlu dimodifikasi untuk dapat beroperasi dengan bahan bakar campuran, yang akan menambah biaya produksi. Di sisi lain, beberapa negara seperti India dan Brasil juga sedang menjalankan program bahan bakar hijau mereka. India, yang mengimpor hampir 90% dari kebutuhan minyaknya, mencampur sekitar 16% etanol dengan bensin dan berencana meningkatkan rasio tersebut menjadi 20% pada tahun 2026. Sementara itu, Brasil berupaya meningkatkan campuran etanolnya menjadi 30% dari 27,5%.
Indonesia, meski tertinggal dalam beberapa target, tetap menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong kebijakan biofuel yang lebih ambisius dibandingkan dengan banyak negara lain.