Bisnis.com, JAKARTA - Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor minyak dan gas bumi (migas) pada 2025 diperkirakan cenderung stagnan bila dibandingkan dengan tahun ini.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (RAPBN) 2025, pendapatan sumber daya alam dari sektor migas ditargetkan mencapai Rp120,99 triliun atau terkontraksi 0,4% dari outlook 2024.
Angka tersebut terdiri atas pendapatan SDA minyak bumi sebesar Rp89,03 triliun dan pendapatan SDA gas bumi sebesar Rp31,96 triliun.
“Pendapatan SDA migas ini relatif sama dengan outlook tahun 2024 terutama dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak bumi [ICP], peningkatan cost recovery, serta potensi atau risiko penurunan lifting migas,” dikutip dari Buku II Nota Keuangan dan RAPBN TA 2025, Sabtu (17/8/2024).
Sementara itu, realisasi pendapatan SDA migas pada 2024 diperkirakan hanya naik 4,6% menjadi Rp121,48 triliun. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh fluktuasi ICP yang diperkirakan sekitar US$77-84 per barel, berada pada kisaran asumsi APBN tahun 2024 sebesar US$82 per barel.
Pemerintah memperkirakan ICP dalam jangka menengah bergerak pada kisaran US$70 – 90 per barel. Pergerakan harga minyak mentah tersebut masih dipengaruhi oleh dinamika penawaran dan permintaan di tengah dampak konflik geopolitik di Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina.
Baca Juga
Adapun, terdapat beberapa kebijakan yang akan diterapkan oleh pemerintah dalam rangka mengoptimalkan pendapatan SDA migas. Pertama, mendorong penyempurnaan regulasi, baik berupa peraturan maupun kontrak perjanjian, serta perbaikan tata kelola industri hulu migas.
Kedua, mendorong upaya peningkatan lifting migas, antara lain melalui penyederhanaan dan kemudahan perizinan untuk meningkatkan investasi hulu migas, melakukan transformasi sumber daya ke cadangan dan mempertahankan tingkat produksi existing yang tinggi, mempercepat enchanced oil recovery (EOR), serta melakukan eksplorasi untuk penemuan cadangan besar (giant discovery).
Ketiga, mendorong pelaksanaan kontrak bagi hasil dan pengendalian biaya operasional kegiatan usaha hulu migas antara lain melalui skema bagi hasil pengusahaan hulu migas. Poin keempat, meningkatkan monitoring dan evaluasi, pengawasan, dan transparansi pemanfaatan serta penggalian potensi melalui penggunaan teknologi.
Kelima, mendukung efektivitas implementasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sesuai Perpres Nomor 121 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dalam rangka meningkatkan efisiensi biaya.
Selain itu, adanya peningkatan daya saing, perluasan kesempatan kerja, dan efisiensi subsidi dalam jangka menengah. Terakhir, mendorong digitalisasi proses bisnis.