Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi: Kereta Otonom di IKN Lebih Murah Dibanding MRT, LRT, & Kereta Cepat

Presiden Jokowi menyebut investasi dan operasional Kereta Otonom China di IKN lebih murah dibandingkan MRT, LRT, dan kereta cepat WHOOSH
Kereta otonom tanpa rel atau autonomous rail transit (ART) melakukan uji coba menjelang beroperasi fungsional di Ibu Kota Nusantara (IKN)  pada 17 Agustus 2024 - BISNIS/Alifian Asmaaysi
Kereta otonom tanpa rel atau autonomous rail transit (ART) melakukan uji coba menjelang beroperasi fungsional di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 17 Agustus 2024 - BISNIS/Alifian Asmaaysi

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, investasi kereta otonom atau autonomous rail transit (ART) yang akan beroperasi di IKN pada 17 Agustus 2024 lebih murah dibandingkan dengan investasi MRT, LRT, dan  Kereta Cepat WHOOSH Indonesia.

Dalam agenda Pengarahan ]residen Kepada Kepala Daerah di Seluruh Indonesia, Jokowi membeberkan nilai investasi pada ART sebesar Rp74 miliar untuk satu unit dengan tiga gerbong. Biaya operasional ART juga diklaim sebesar Rp500 juta per bulan. 

“Kalau yang ini [ART] lebih murah karena tanpa rel, pakai magnet, per unit [ada] 3 gerbong harganya Rp74 miliar. Biaya operasional per bulan Rp500 juta. Kalau tadi MRT Rp1,1 triliun saat saya menjabat sebagai gubernur, kalau sekarang Rp2,3 triliun per kilometer,” kata Jokowi, dikutip dari youtube Sekretariat Presiden, Selasa (13/8/2024). 

Selain MRT, Jokowi menyebutkan, biaya investasi LRT yang dibangun dengan rute Bekasi-Cibubur, yaitu sebesar Rp700 miliar per kilometer. 

Sementara itu, untuk kereta cepat atau WHOOSH membutuhkan biaya sebesar Rp780 miliar per kilometernya. Biaya tersebut belum termasuk biaya operasional. 

“Saya lihat di kota yang macet, di luar Jawa juga. Mulai harus dipikirkan transportasi massalnya apa,” kata dia. 

Pada kesempatan yang sama, Jokowi mengungkapkan proyek transportasi LRT, MRT, dan kereta cepat adalah proyek yang menyebabkan kerugian. Jokowi menuturkan, langkah tersebut perlu diambil pemerintah untuk menekan jumlah kerugian yang lebih besar. 

Menurutnya, kerugian yang ditanggung pemerintah tersebut tidak lebih besar jika dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan akibat kurangnya transportasi massal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper