Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Tsunami Resesi AS Bawa Sentimen Positif Rupiah

Rupiah terus menguat dan berhasil melewati batas psikologis Rp16.000 per dolas AS, dipengaruhi sentimen alarm resesi Amerika Serikat yang menyala.
Annasa Rizki Kamalina, Lorenzo Anugrah Mahardhika, Surya Dua Artha Simanjuntak
Kamis, 8 Agustus 2024 | 11:35
Uang rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. Nilai tukar rupiah hari ini dibuka menguat ke level Rp15.988 per dolar AS. - Bloomberg/Brent Lewin
Uang rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. Nilai tukar rupiah hari ini dibuka menguat ke level Rp15.988 per dolar AS. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran ekonomi Amerika Serikat terancam resesi membawa tuah tersendiri bagi nilai tukar rupiah, yang terus mengalami penguatan beberapa hari terakhir. Sentimen itu juga didukung oleh fundamental ekonomi RI yang positif, meski laju PDB masih sedikit melambat.

Pada perdagangan Kamis (8/8/2024), nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,29% atau 47 poin ke level Rp15.988. Kurs rupiah hari ini berhasil menembus batas psikologis Rp16.000 per dolar AS dan membuka kepercayaan diri pasar.

Tidak hanya rupiah, beberapa mata uang di Asia pun dibuka menguat. Yen Jepang tercatat menguat 0,15%, dolar Hong Kong menguat 0,07%, dan dolar Taiwan menguat 0,1%, dolar Singapura juga menguat 0,05%, India rupee menguat 0,01%, dan baht Thailand menguat 0,08%.

Hingga pukul 11.00 WIB, rupiah masih mempertahankan penguatan di level Rp15.925 per dolar AS.

Dilansir dari Bloomberg, saat ini investor sedang gundah melirik prospek perekonomian Amerika Serikat (AS), seperti tingkat pengangguran yang masih tinggi, juga inflasi yang belum kunjung mereda, sampai ada kekhawatitan bahwa ekonomi AS terancam resesi. Investor pun mengharapkan Federal Reserve atau The Fed untuk segera menurunkan suku bunga acuan.

Investor meningkatkan posisinya pada potensi The Fed untuk menurunkan suku bunga setelah pertemuan Bank Sentral AS tersebut secara mendadak pada Rabu pekan lalu. Pada pertemuan tersebut, Gubernur The Fed Jerome Powell mengisyaratkan penurunan suku bunga pada September 2024 dapat terjadi.

Pernyataan tersebut kemudian diikuti rilis data pasar tenaga kerja yang lemah pada hari Jumat pekan yang sama.

Pasar swap memperkirakan penurunan suku bunga The Fed hampir 50 basis poin pada September 2024.

Peran tradisional dolar AS sebagai aset safe-haven akan selalu dapat kembali muncul jika pasar terus goyah atau ancaman geopolitik di Timur Tengah meningkat.

Begitu pula dengan kembalinya fenomena Trump trade, yaitu menaruh dana pada aset seperti dolar AS atau Bitcoin yang dipandang mendapat manfaat dari kebijakan fiskal yang lebih longgar dan tarif yang lebih tinggi jika Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS.

"Mereka mungkin tidak akan melakukan pemotongan sampai The Fed melakukan pemotongan. Terutama ketika pasar sangat fluktuatif," kata Jon Harrison, Managing Director for Emerging Market Macro Strategy di GlobalData TS Lombard, dilansir dari Bloomberg pada Rabu (7/8/2024).

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai bahwa kondisi suku bunga tinggi untuk waktu yang lama (higher for longer) akan segera berakhir. Mengingat, The Fed telah memberikan sinyal pemangkasan suku bunga atau Fed Fund Rate (FFR) pada September 2024.

"Kondisi high for longer itu mungkin tidak akan terjadi lagi di global, probabilitasnya menjadi kecil. Tentu ini akan bagus bagi ekonomi domestik kita dan juga termasuk ekonomi di peer group kita," ujar Destry usai dilantik sebagai Deputi Gubernur Senior BI di Mahkamah Agung, Rabu (7/8/2024).

Destry juga meyakini Indonesia masih akan tetap resilien di tengah ekonomi AS yang terancam resesi.

"Saya rasa kita masih bisa punya daya tahan menghadapi goncangan, tapi paling tidak kita akan lebih pasti," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu meyakini bahwa Indonesia bisa mengantisipasi dampak resesi AS untuk ekonomi Indonesia, bahwa Indonesia bisa memanfaatkan peluang risiko resesi Amerika Serikat itu.

Jika ancaman resesi tersebut membuat The Fed menurunkan suku bunga maka akan berdampak positif ke stabilitas perekonomian makro di Indonesia.

"Kalau suku bunga kebijakan Amerika itu diturunkan, itu membuat tekanan untuk capital outflow [arus keluar modal asing], seharusnya bisa berkurang. Artinya tingkat suku bunga kita di dalam negeri, baik yang dalam rupiah terutama, itu akan relatif cukup menarik bagi investor," jelas Febrio di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).

Bahkan, dia menjelaskan dampak ancaman resesi AS sudah mulai terlihat karena suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) rupiah sudah turun ke level 6,77%. Oleh sebab itu, Febrio juga meyakini jika The Fed memustuskan menurunkan suku bunga maka akan berdampak positif ke skema pembiayaan utang negara.

Dia pun menyatakan pemerintah akan mengawal dinamika global hari demi hari. Dengan begitu, pemerintah bisa membuat kebijakan yang berdampak positif ke perekonomian domestik.

"Kebijakan yang kita lakukan dalam negeri itu justru memastikan ketidakpastian ini tidak berdampak negatif bagi kita tetapi bagaimana ini kita gunakan supaya justru memperbaiki dan mendapatkan peluang bagi kita," kata Febrio.

Cadangan Devisa RI Membaik, Dukung Penguatan Rupiah

Cadangan devisa (cadev) Ri pada Juli 2024 tercatat senilai US$145,5 miliar, naik US$5,2 miliar dari posisi Juni 2024.

Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2024 setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Edi Susianto menilai bahwa cadangan devisa menjadi penting karena berguna untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah serta stabilisasi nilai tukar.

Seperti halnya pada April lalu, cadangan devisa harus turun senilai US$4,2 miliar untuk stabilisasi nilai tukar rupiah yang sempat menembus lebih dari Rp16.200 per dolar AS. Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25%.

"Peningkatan cadev salah satu sumbernya adalah penerbitan sukuk global pemerintah. Tentu dengan cadev yang memadai akan mendorong kepercayaan investor juga meningkat," tuturnya.

Lebih lanjut, Edi melihat kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih cukup baik dan didorong oleh sentimen global yang kondusif, terlebih ekspektasi pasar bahwa The Fed akan menurunkan Fed Fund Rate (FFR) tahun ini, menjadi sinyal rupiah akan terus menguat.

"Tentu hal tersebut mendukung probabilitas penguatan nilai tukar rupiah semakin terbuka. Hari ini nilai tukar rupiah cukup menguat, bahkan sudah break Rp16.100," lanjutnya.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menjelaskan bahwa peningkatan cadangan devisa akan turut membawa efek positif bagi nilai tukar rupiah.

"Kami memperkirakan cadangan devisa tahun 2024 akan meningkat menjadi US$150 miliar dibandingkan US$146,4 miliar pada akhir tahun 2023. Oleh sebab itu, kami memperkirakan nilai tukar rupiah akan terapresiasi dari level saat ini menjadi sekitar Rp15.800—16.000 per dolar AS pada akhir tahun 2024," ujar Josua, Rabu (7/8/2024).
(Fahmi Ahmad Burhan)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper