Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kontraksi yang terjadi pada industri pengolahan atau manufaktur dapat berdampak pada penurnan pertumbuhan ekonomi nasional, mengingat manufaktur sebagai salah satu motor penggerak roda ekonomi.
Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo Bobby Gafur Umar mengatakan apabila pemerintah tak memberikan langkah konkret yang bersinergi dalam waktu dekat, maka kinerja manufaktur akan terus mengalami penurunan.
"Sektor manufaktur salah satu penyumbang terbesar PDB itu sekitar 16% dari PDB. Kalau sektor manufaktur ini turun sebagai penyumbang PDB, maka pertumbuhan ekonomi kita juga akan turun," kata Bobby kepada Bisnis, dikutip Jumat (2/7/2024).
Melemahnya industri manufaktur tercerminkan dari Purchasing Manager's Index (PMI) pada Juli 2024 yang berada di level kontraksi 49,3 untuk pertama kalinya dalam 3 tahun terakhir.
Bobby menerangkan, situasi tersebut merupakan dampak dari pelemahan ekonomi pascapandemi yang diikuti dengan memanasnha geopolitik global, seperti perang di Timur Tengah hingga perang dagang China dan Amerika Serikat.
"Ini di pasar globalnya ekonomi kontraksinya luar biasa. Ekonomi China juga turun banyak. Indeks manufaktur di negara-negara maju semuanya juga di bawah 50," ujarnya.
Baca Juga
Apindo melihat pasar ekspor kini tak bisa lagi menjadi tumpuan. Pelaku usaha bersama pemerintah sepakat untuk menggairahkan pasar dalam negeri melalui program kewajiban belanja dengan TKDN 40% dengan total budget anggaran belanja pemerintah hingga Rp400 triliun lebih.
Namun, hal tersebut tidak cukup lantaran Indonesia menjadi sasaran empuk negara-negara produsen manufaktur yang stok produknya menumpuk dan tak terserap di pasar luar negeri.
"Contoh keramik dan mobil. Di Amerika mobil dikasih pajak 200%. Nah, kemudian banjir lah keramik dari Cina ke Amerika. Sekarang dikasih dia masuk sampai 400%," terangnya.
Alhasil, China mencari pasar yang masih punya pertumbuhan ekonomi 5% sebagai sasaran pasar. Terlebih, Indonesia juga tidak menerapkan hambatan perdagangan sebagaimana yang dilakukan negara lain.
Bobby pun menyoroti regulasi yang menjadi jalur masuk barang-barang impor dengan lebih mudah dan menghambat pasar dalam negeri melalui Permendag 8/2024.
"Kami melihatnya dari sisi pelaku industri jadi banyak yang kebijakannya tidak sinkron tanpa menyalahkan salah satu departemen. Tetapi yang terjadi dalam awal tahun alas kaki banyak tutup, disusul pabrik tekstil," terangnya.
Apindo meminta pemerintah untuk melakukan sinkronisasi untuk membuat regulasi yang melindungi industri dalam negeri. Salah satu yang diusulkan yakni melakukan revisi Permendag 8/2024 dan menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pada produk tertentu.
"Untuk jangka pendeknya, pertama koordinasi pemerintah bagaimana pasar dalam negeri itu diutamakan bisa menjadi pasar untuk produk-produk manufaktur dalam negeri," tuturnya.