Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom mendorong pemerintah selanjutnya untuk terus menggali pajak dari crazy rich alias orang super kaya di Indonesia. Sebagaimana dalam presidensi G20, yang tengah memperjuangkan pajak minimum global 2% bagi para miliarder.
Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Center of Reform on Economic (Core) Akhmad Akbar Susamto melihat bahwa potensi pajak orang kaya belum seluruhnya terjaring otoritas pajak karena terdapat item-item tertentu yang selama ini belum masuk ke dalam objek pajak. Belum lagi, adanya praktik penghindaran pajak oleh para crazy rich.
“Pemerintah perlu memastikan tidak terjadi penghindaran pajak oleh orang kaya. Sayangnya potensi penghindaran pajak itu malah besar. Semakin besar pendapatannya, kemungkinan mereka melakukan penghindaran pajak akan semakin besar,” ucapnya dalam Midyear Review Core 2024, Selasa (24/7/2024).
Bukan hanya praktik dari para orang kaya tersebut, Akbar menekankan pemerintah perlu membenahi para petugas pajak yang berkongkalikong dengan Wajib Pajak (WP).
Akbar berpandangan, bahwa pemerintah pun sebenarnya memiliki aturan pajak orang kaya yang seharusnya dapat efektif menjaring pendapatan dari orang kaya.
Pemerintah telah memiliki tarif Pajak Penghasilan (PPh) progresif hingga 35% bagi individu berpenghasilan lebih dari Rp5 miliar per tahun, namun selalu terdapat celah bagi WP untuk memperkecil jumlah kewajiban pajaknya.
Baca Juga
“Memastikan bahwa tidak ada lagi perilaku curang yang terkait dengan pajak, baik oleh crazy rich itu sendiri maupun perilaku curang oleh petugas-petugas pajak,” lanjut Akbar.
Mengingat, kebutuhan pendapatan akan lebih banyak untuk belanja tahun depan dengan sejumlah program prioritas pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
Sementara berkaca dari tahun ini, penerimaan perpajakan sepanjang semester I/2024 mengalami perlambatan dengan capaian Rp1.028 triliun atau 44,5% dari target APBN.
Direktur Eksekutif dan Analis Kebijakan Pajak Pratama-Kreston Tax Reserch Institute Prianto Budi Saptono menyampaikan pajak bersifat distortif karena mempengaruhi perilaku WP.
Pajak juga seringkali dipandang sebaga beban sehingga muncul beban pajak (tax expense) yang harus diefisienkan bagi pembayarnya.
“Setiap ada kebijakan pajak, selalu ada celah bagi masyarakat untuk menghindari pajak. Celah tersebut berasal dari kondisi peraturan yang tidak akan pernah sempurna,” tuturnya.
Ironinya, pemerintah justru tengah mempersiapkan sejumlah insentif bagi orang-orang kaya yang menempatkan kekayaannya di Indonesia melalui family office.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah saat ini memiliki sederet insentif perpajakan yang dapat diterapkan pada family office di Indonesia, seperti tax holiday dan tax allowance.
“Cukup banyak sebetulnya dalam kerangka peraturan untuk pemberian insentif perpajakan. Jadi kita lihat kemajuan dari pembahasan family office itu sendiri,” ujarnya di Kantor Kemenkeu, Senin (22/7/2024).
Untuk mengetahui insentif apa yang cocok untuk diterapkan di Indonesia, Bendahara Negara menyebutkan bahwa pemerintah akan melakukan pembandingan atau benchmarking kepada negara-negara yang telah memiliki family office.
Pada akhirnya, apabila pemerintah tetap memberikan relaksasi bagi family office, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Tidak bijak membebaskan pajak bagi kelompok kaya. Terlebih pemerintahan ke depan masih butuh banyak penerimaan untuk memenuhi janji politiknya,” tuturnya.
Akankah G20 Ketok Aturan Pajak Orang Kaya?
Presidensi G20 yang tengah dipegang oleh Brasil melaporkan adanya kemajuan terkait rencana peresmian kebijakan pajak minimum global bagi para milarder di dunia.
Melansir Bloomberg, Sabtu (20/7/2024), Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan bahwa diskusi seputar proposal-proposal terkait ekonomi, khususnya perpajakan, telah mengalami kemajuan.
Pemimpin berhaluan kiri yang memperjuangkan keadilan ini telah mendorong terciptanya pajak minimum global bagi para miliarder untuk mendanai aksi-aksi melawan perubahan iklim dan program-program untuk menghapuskan kelaparan di dunia.
Brasil menyerukan pajak minimum 2% yang akan dikenakan pada sekitar 3.000 orang terkaya di dunia—yang diukur dari segi kekayaan, bukan pendapatan. Melihat kondisi Indonesia, baru menerapkan pajak orang kaya dari sisi pendapatan.
Melihat potensinya, pajak orang-orang terkaya itu dapat mengumpulkan dana sebanyak US$250 miliar per tahun.
Meskipun Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah menolak formulasi khusus dari kebijakan ini dalam pertemuan G7 pada Mei 2024 lalu, pihak berwenang Brasil mengatakan bahwa diskusi pada pertemuan itu positif karena menunjukkan adanya kesepakatan mengenai bahasa untuk mendekati masalah ini.
Mereka berharap ide pajak minimum untuk orang kaya akan dikutip dalam komunike pada pekan ini, dengan rincian proposal yang diterbitkan pada catatan terpisah.