Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor China mengalami pertumbuhan tercepat dalam 15 bulan terakhir per Juni 2024. Data ini sekaligus menunjukkan upaya pabrikan menyelesaikan pesanan sebelum hambatan tarif semakin luas diberlakukan. Sementara itu, impor justru menurun secara tak terduga akibat lemahnya permintaan domestik.
Menurut data bea cukai yang dirilis pada Jumat (12/7), pengiriman luar negeri China tumbuh 8,6% pada Juni 2024 secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka tersebut melampaui perkiraan kenaikan 8% dalam survei Reuters terhadap para ekonom, serta lebih tinggi dari pertumbuhan 7,6% pada Mei 2024.
Namun, impor mencapai titik terendah dalam 4 bulan, menyusut 2,3% dibandingkan perkiraan kenaikan 2,8% dan kenaikan 1,8% pada bulan sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan rapuhnya konsumsi domestik.
Data perdagangan yang beragam ini mendorong agar pemerintah meluncurkan stimulus lebih lanjut semakin kuat. China terlihat masih berjuang untuk pulih. Analis memperingatkan bahwa penjualan ekspor yang kuat dalam beberapa bulan terakhir mungkin sulit dipertahankan mengingat mitra dagang utama semakin protektif.
Kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, Zhiwei Zhang, menyatakan bahwa data tersebut mencerminkan kondisi ekonomi di China dengan permintaan domestik yang lemah dan kapasitas produksi yang kuat yang bergantung pada ekspor.
"Keberlanjutan ekspor yang kuat merupakan risiko utama bagi ekonomi China pada paruh kedua tahun ini. Ekonomi di AS sedang melemah, dan konflik perdagangan semakin memburuk," kata Zhang, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (12/7/2024).
Baca Juga
Seiring dengan bertambahnya jumlah negara yang meningkatkan pembatasan pada barang-barang China, tekanan pada ekspor untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi pemerintah tahun ini sebesar 5% semakin besar.
Pada Mei 2024, AS menaikkan tarif pada berbagai impor China, termasuk melipatgandakan bea masuk pada kendaraan listrik China menjadi 100%. Pekan lalu, Belgia juga mengonfirmasi akan mengenakan tarif pada kendaraan listrik hingga 37,6%.
Negara lain seperti Turki mengumumkan pada bulan lalu bahwa mereka akan mengenakan tarif tambahan 40% pada kendaraan listrik buatan China. Kanada tengah mempertimbangkan pembatasan, India memantau baja murah China, dan pembicaraan dengan Arab Saudi terhenti karena kekhawatiran dumping.
Indonesia juga berencana mengenakan bea masuk hingga 200% pada produk tekstil yang sebagian besar berasal dari China.
Eksportir China juga waspada menjelang pemilihan AS pada November 2024, mengantisipasi kemungkinan pembatasan perdagangan baru dari kedua partai besar.