Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan alasan perbedaan data impor komoditas Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data ekspor dari negara tertentu yang tercatat laporan trademap.
Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita mengatakan ketidaksinkronan tersebut dikarenakan karakteristik Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehingga banyak pelabuhan tikus
"Banyak pelabuhan, kalau bilangnya sih pelabuhan tikus, padahal besar-besar yang masuk, nah pelabuhan-pelabuhan yang gak tercatat. Banyak data yang gak sinkron, data impor kita dibandingkan dengan data ekspor yang China katanya beda," ujar Reni di Kompleks DPR RI, Selasa (9/7/2024).
Menurut Reni, industri di China mendapatkan stimulus perpajakan berupa tax rebate sebesar 30%. Alhasi, pelaku usaha berbondong-bondong untuk melaporkan seluruh catatan ekspornya. Sedangkan, di Indonesia masih banyak pintu masuk yang tidak terlacak sehingga tidak tercatat.
Dalam hal pengawasan, dia menyebut hal tersebut bukan kewenangan perindustrian melainkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang secara langsung mengawasi alur impor dan ekspor.
"Kalau Kemenperin kan yang diukur jelas, tenaga kerja, PPh badan, PPn, sama tumbuhnya investasi untuk bahan bakunya dengan ekspornya. Tapi kalau yang penerimaan langsung yang Bea Masuk, dia yang harusnya mengawasi," tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengungkap temuan data impor ilegal yang mengalami penurunan 23% pada 2023. Meski turun, praktik perdagangan sepatu impor ilegal masih merajalela.
Berdasarkan selisih data impor Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data ekspor di International Trade Center (ITC). Data BPS menunjukkan impor sepatu asal China ke RI mencapai US$520,29 juta. Sebaliknya, ekspor China menurut ITC senilai US$961,34 juta, artinya ada selisih US$441 juta pada 2023.
Direktur Eksekutif Aprisindo, Firman Bakrie mengatakan selisih data tersebut diduga merupakan impor ilegal. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, terjadi penurunan selisih data ekspor impor sebesar US$776,3 juta.
Adapun, impor sepatu dari China menurut BPS pada 2022 sebesar US$484,37 juta, sedangkan catatan ITC ekspor China mencapai US$1,2 miliar. Pada tahun tersebut impor ilegal tercatat paling tinggi.
"Kalau secara praktik di lapangan kan banyak, saya bahkan pernah beli sepatu harga Rp80.000, yang secara hitung-hitungan sulit kalau produk dalam negeri," kata Firman kepada Bisnis.