Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Fikri C. Permana

Ekonom KB Valbury Sekuritas

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Perlunya Komunikasi di Pasar Keuangan Domestik

Komunikasi yang efektif adalah kunci untuk menjaga stabilitas dan efisiensi pasar keuangan.
Suasana gedung Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, Mingg (10/4/2022). Bloomberg/ Tom Brenner
Suasana gedung Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, Mingg (10/4/2022). Bloomberg/ Tom Brenner

Bisnis.com, JAKARTA - Pada 1927, seo­­­rang fisikawan dan peraih no­­­­bel Werner Hei­­­­senberg me­­­­mun­­­culkan adanya “Uncertainty Principle (prin­­­sip ketidakpastian)”. Di mana hal ini secara sederhana merupakan bentuk konsep dalam fisika kuantum yang menyatakan bahwa kita tidak dapat mengetahui secara tepat posisi dan kecepatan partikel, dengan akurasi yang sangat tepat.

Dengan kata lain, prinsip ini menunjukkan bahwa ketidakpastian adalah bagian yang tak terpisahkan dari alam semesta pada tingkat kuantum, dan bukan karena keterbatasan teknologi atau metode pengukuran kita. Misalnya, jika kita tahu dengan sangat tepat di mana sebuah elektron berada, kita tidak bisa tahu seberapa cepat atau ke mana arahnya bergerak dengan ketepatan yang sama.

Jika berkaca pada kondisi perekonomian terkini, khususnya pasar keuangan, mungkin ketidakpastian berasal dari sentimen yang di perkiraan oleh para pelaku pasar. Bahkan dalam dua tahun terakhir, kita melihat dampak rilisan data yang sudah pasti pun memiliki dampak yang berbeda bagi sentimen di pasar.

Sebut saja misalnya sentimen terhadap rilis Weekly Initial Jobless Claims (Klaim Pengangguran Mingguan) di Amerika Serikat (AS). Bila di 2021, setiap penurunan weekly initial jobless claims mendorong adanya sentimen positif bahwa kondisi sektor riil di AS kembali membaik.

Namun sebaliknya di 2024 ini, setiap penurunan weekly initial jobless claims malah mendorong adanya sentimen negatif di pasar, karena adanya kekhawatiran inflasi tetap tinggi dan respons The Fed malah menahan suku bunga mereka di tingkat yang tinggi atau dikenal dengan higher for longer.

Apalagi jika kita berbicara tentang ketikdapastian karena adanya komunikasi yang kurang baik. Bila kembali mengingat-ingat, setidaknya berbagai teori terkait komunikasi dalam pasar keuangan telah sangat dikenal oleh berbagai kalangan. Apakah itu teori efficient market hypothesis (efisiensi pasar), teori asymmetric information (asimetri informasi), signaling theory (teori sinyal), agency theory (teori agensi), ataupun game theory (teori permainan).

Walaupun begitu, berbagai bentuk komunikasi, informasi dan efisiensi tersebut belum tentu diterima dengan sentimen (atau mungkin ketepatan yang sama) oleh semua pihak. Hal yang juga tergambar dari bentuk efisiensi di pasar modal, apakah dalam bentuk weak form efficiency (efisiensi dalam bentuk lemah), semi-strong form efficiency (efisiensi dalam bentuk semi-kuat): dan strong form efficiency (efisiensi dalam bentuk kuat).

Komunikasi yang efektif adalah kunci untuk menjaga stabilitas dan efisiensi pasar keuangan. Melalui transparansi, pengambilan keputusan yang lebih baik, pengurangan risiko, peningkatan partisipasi, dan penjagaan integritas pasar, komunikasi memainkan peran vital dalam memastikan bahwa pasar keuangan dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga efisiensi dan stabilitas pasar.

Oleh karena itu, setiap pelaku pasar keuangan, baik itu regulator, perusahaan, maupun individu, harus berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas komunikasi mereka. Hanya dengan cara ini kita dapat membangun pasar keuangan yang kuat, stabil, dan terpercaya.

Mengingat kondisi perekonomian dan pasar modal saat ini yang mengalami tekanan, khususnya dari sisi rupiah, dan sentiment negatif yang berkembang di pasar keuangan secara keseluruhan. Tentunya peran komunikasi para pemangku kepentingan dalam mendorong kejelasan dalam perekonomian pun turut dinantikan.

Sebagaimana diingat, dalam satu bulan terakhir, sentimen kekhawatiran defisit fiskal pemerintah baru menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Apalagi hal ini pun turut disampaikan oleh Morgan Stanley yang melakukan penurunan peringkat saham Indonesia ke underweight dengan alasan kekuatiran meningkatnya defisit APBN. Padahal rilis data APBN hingga April 2024 masih mencatatkan surplus Rp75.7 triliun atau 0,33% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan jika pun setelah defisit yang tercatat di Mei 2024 pun dirilis, dengan defisit APBN mencapai Rp21,8 triliun atau defisit 0,01% dari PDB, Menteri Keuangan pun menyatakan APBN diperkirakan masih akan terjaga di sekitar angka 2,3% di akhir tahun 2024.

Bahkan perlu dicatat juga bahwa maksimal defisit APBN pun telah ditetapkan maksimal 3% dari PDB beradasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2003. Hal yang seharusnya memberikan kepastian sulitnya peningkatan defisit fiskal di tahun ini ataupun tahun-tahun mendatang. Sehingga seharusnya kekhawatiran peningkatan utang pemerintah ke PDB hingga mencapai 50% dalam 5 tahun ke depan, dari 39% di kondisi saat ini tentunya suatu hal yang semestinya sulit terwujud.

Walaupun begitu, seminggu sejak 14 Juni—sehari setelah Morgan Stanley menurunkan peringkat pasar saham Indonesia—terjadi net-foreign sell di seluruh pasar keuangan Indonesia senilai Rp2,90 triliun, yang terdiri dari Rp1,04 triliun di pasar Surat Berharga Negara dan Rp1,86 triliun di pasar saham domestik. Padahal di saat yang sama, hingga Mei 2024, necara dagang Indonesia melanjutkan surplus 49 bulan berturut-turut dengan nilai mencapai US$2,93 miliar dan cadangan devisa di Mei 2024 pun meningkat US$2,7 miliar dibanding bulan sebelumnya. Di saat yang sama, USD Index pun hanya meningkat 0,373% sejak 14 Juni lalu, tetapi JISDOR rupiah malah terdepresiasi 0,983% ke level Rp16,430 per US$ di periode yang sama, hingga 21 Juni 2024.

Karenanya, perlu disadari bahwa walaupun sulit mengukur dampak komunikasi bagi sentimen dan perilaku pasar, tentunya perhatian terhadap penyampaian informasi menjadi hal yang juga patut diperhatikan. Sehingga ke depan, adanya penafsiran informasi yang berbeda, kekuatiran yang berlebihan di pasar, dan meningkatnya ketidakpastian di perekonomian dapat diminimalisir. Harapannya, rupiah dan pasar keuangan dapat kembali bergerak sesuai dengan ekuilibriumnya dan mendorong adanya stabilitas di pasar keuangan domestik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper