Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, sejumlah negara belakangan mengangkat kampanye negatif soal tata kelola tambang nikel di Indonesia.
Hendi mengatakan, kampanye negatif soal nikel itu disebabkan karena keberhasilan penghiliran bijih nikel untuk industri baterai di dalam negeri.
“Khususnya nikel, yang membuat negara lain merasa terancam, maka negative campaign seperti dirty nickel yang diusung negara lain terhadap produk nikel Indonesia dikenakan tarif, agar tidak kompetitif,” kata Hendi saat membuka MINDdialogue, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Hendi menuturkan, pihaknya bakal tetap menganut kebijakan politik luar negeri nonblok terkait dengan penciptaan nilai tambah rantai pasok turunan nikel tersebut.
“Artinya jangan sampai lebih berat partisian kepentingan timur, kepentingan barat, China tapi open kemitraan,” tuturnya.
Sebelumnya, pasar nikel barangkali akan memanas jika permintaan pebisnis Australia terkabul, yakni agar terdapat identifikasi nikel bersih dan kotor berdasarkan jejak karbon dalam produksinya. Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia, dinilai masih berproduksi dengan jejak kotor.
Baca Juga
Dialah Andrew Forrest, orang terkaya di Australia yang meminta London Metal Exchange (LME) untuk mengidentifikasi komoditas nikel bersih dan kotor. Pengklasifikasian dilakukan berdasarkan emisi karbonnya sehingga pelanggan dapat membuat pilihan terkait keberlanjutan produknya.
Permintaan Forrest itu bukan tanpa alasan. Perusahaan miliknya, Wyloo Metals Ltd. mengumumkan akan menutup tambang di Australia Barat karena harga nikel global anjlok sehingga biaya operasional tambang yang membengkak tidak lagi sebanding dengan hasil penjualan.
Anjloknya harga nikel itu, menurut Forrest, tidak lepas dari nikel Indonesia yang membanjiri pasar global selama setahun terakhir. Dominasi nikel Indonesia hingga separuh pasokan global membuat produsen-produsen negara lain geger geden, terutama Australia.
Forrest juga menilai bahwa produksi nikel Indonesia terkenal dengan jejak emisi yang lebih tinggi dan standar lingkungan yang dipertanyakan. Oleh karena itu, dia mendesak LME untuk membuat klasifikasi nikel bersih dan kotor.
"Anda menginginkan pilihan untuk membeli nikel bersih jika anda bisa. Jadi London Metal Exchange harus membedakan mana [nikel] yang kotor dan bersih. Keduanya adalah produk yang berbeda, dan memiliki dua dampak yang sangat berbeda," ujar Forrest, dilansir dari Bloomberg pada Selasa (27/2/2024).
Sebagian besar nikel di Indonesia diproduksi dengan sumber energi batu bara. Berdasarkan laporan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) per September 2023, terdapat 117 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) captive berbasis batu bara, dengan 76% kapasitas operasional didedikasikan untuk industri logam, termasuk smelter nikel.
Climate Rights International juga melaporkan bahwa penambangan bijih nikel Indonesia memberikan dampak lingkungan yang signifikan, termasuk penggundulan hutan, hilangnya keragaman hayati, dan timbulnya polusi udara.