Bisnis.com, JAKARTA – BPJS Ketenagakerjaan menilai terdapat perbedaan mendasar antara program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dengan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Asep Rahmat Suwandha menyebut dalam hal ini, MLT disebut sebagai 'bonus' dari BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja yang mengikuti JHT (Jaminan Hari Tua).
“Jadi [MLT] berbeda dengan Tapera yang konsepnya itu tabungan untuk perumahan rakyat. Jadi [MLT] ini program tambahan untuk memperluas manfaat,” ujarnya usai Konferensi Pers MoU Danamon dan BPJS Ketenagakerjaan, Senin (3/6/2024).
Adapun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua yang tertuang dalam pasal 25 (1) menyatakan bahwa peserta memperoleh manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain.
Secara rinci, BPJS Ketenagakerjaan akan mengembangkan fasilitas pembiayaan perumahan secara tunai tersebut melalui lembaga keuangan dalam tiga kategori. Pertama, pinjaman uang muka perumahan (rumah tapak dan rumah susun).
Kedua, kredit pemilikan rumah (rumah tapak dan rumah susun). Ketiga, rumah susun sederhana sewa dan pinjaman renovasi perumahan.
Baca Juga
"Jadi kita ada rate subsidi dari BPJS, kemudian kita kerjasama dengan perbankan untuk menyalurkan ke tiga kategori. Satu untuk [KPR] perumahan maksimal Rp500 juta. Kemudian, renovasi Rp200 juta, dan DP perumahan itu Rp150 juta,” ucapnya.
Sejauh ini, dia pun mengaku terus berdiskusi dengan Badan Pengelola (BP) Tapera terkait sinkronisasi atas manfaat yang ditawarkan kepada kedua belah pihak untuk masing-masing pesertanya.
“Kalau pengaruh kepada BPJS [dengan hadirnya iuran Tapera] belum banyak ya, karena jumlahnya pun belum banyak karena tadi baru sekitar 4.000 ribu peserta [yang mendapatkan manfaat MLT] saja. Soal tumpang tindih kami belum bisa komentar,” ucapnya.
Lebih lanjut, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Asep menyebutkan BPJS Ketenagakerjaan menargetkan adanya penambahan jumlah peserta aktif menjadi 53,5 juta pada tahun ini. Adapun, hingga saat ini sudah ada sekitar 40 juta peserta.
“Tantangan terbesar kita adalah di bukan penerima upah [PU] atau pekerja formal. Kalau memang kita targetkan dua tahun kedepan 70 juta [peserta], maka mayoritas akan [kita fokuskan] pada sektor bukan penerima upah [BPU],” tutupnya.