Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos PLN Sebut Skenario Pensiun Dini PLTU Tak 'Feasible' Dilakukan

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, skema pensiun dini PLTU batu bara (phase out) relatif sulit dilakukan atau tidak feasible untuk dieksekusi.
Ilustrasi PLTU/Istimewa-PLN
Ilustrasi PLTU/Istimewa-PLN

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, skema pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara (phase out) relatif sulit dilakukan atau tidak feasible untuk dieksekusi. 

Darmawan beralasan skema phase out tanpa dukungan pendanaan murah dari lembaga keuangan internasional cenderung berisiko tinggi untuk keberlanjutan keuangan perusahaan setrum pelat merah tersebut. 

PLN telah membuat simulasi ihwal skema pensiun dini PLTU lewat skenario Ultra Accelerated Renewable with Coal Phase Out (ULTRA RE Coal Phase Out). 

Dalam skenario itu, PLN bakal memasukkan kapasitas pembangkit EBT secara intensif bersamaan dengan melakukan pensiun dini PLTU dalam kurun 2031 sampai dengan 2040. 

“Ternyata memang kalau kita melihat dari sudut pandang keandalan dari operasi sistem, skenario empat dan lima ternyata tidak feasible secara operasi sistem,” kata Darmawan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Jakarta, Kamis (30/5/2024). 

Dalam skenario ini, pembangkit listrik tenaga hidro dan panas bumi ditargetkan terpasang mencapai 61 gigawatt (GW), disusul gas sekitar 15 GW. Adapun, variabel dari pembangkit bayu dan surya dipatok 103 GW. Sementara itu, energi baru diproyeksikan mencapai 23 GW. 

Di sisi lain, kata Darmawan, PLN cenderung memilih skenario moderat, yakni lewat pengurangan capacity factor (CF) PLTU batu bara atau coal phase down ketimbang pensiun dini pembangkit untuk mengejar target nol emisi karbon. 

Skema itu dijabarkan PLN lewat skenario Accelerated Renewable Energy with Coal Phase Down (ACCEL RE Coal Phase Down), dengan proyeksi tambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) mencapai 62 GW atau 75% dari kapasitas terpasang pembangkit sampai dengan 2040 mendatang.  

Sementara itu, pembangkit gas bakal mengambil bagian 25% dari kapasitas pembangkit nasional dalam revisi rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) hingga 2040 nanti. 

“Dengan coal phase down ini suatu skenario yang sangat ideal secara operasi sistem ini masih sangat andal dan juga dampak terhadap keuangan PLN ini secara korporasi masih kuat untuk menanggung ini, financial sustainability-nya bisa terjaga,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, Indonesia sedang memfinalisasi paket pensiun dini PLTU batu bara berkapasitas 660 megawatt (MW) yang akan menjadi proyek percontohan untuk transisi energi. 

"Saat ini, kami sedang dalam tahap finalisasi paket pensiun dini untuk pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 660 megawatt yang akan menjadi proyek percontohan kami," kata Menkeu Sri Mulyani dalam Business Session Dewan Gubernur Asian Development Bank (ADB) di Tbilisi, Georgia, Minggu (5/5/2024).

Sri Mulyani berharap proyek percontohan pensiun dini PLTU tersebut dapat berjalan dengan sukses dan dapat direplikasi di PLTU batu bara lainnya.  

Pada salah satu rangkaian Pertemuan Tahunan Ke-57 ADB itu, Sri Mulyani mengundang negara dan pihak lain untuk mendukung kebutuhan finansial dalam melakukan transisi energi dari fosil ke energi ramah lingkungan di Indonesia.

Seperti diketahui, ADB bersama PT Cirebon Electric Power (CEP) dan Indonesia Investment Authority (INA) sepakat untuk melakukan pensiun dini terhadap PLTU Cirebon-1 di Jawa Barat pada Desember 2035.  

PLTU Cirebon dengan kapasitas 660 MW tersebut akan pensiun 7 tahun lebih awal daripada yang seharusnya, yaitu Juli 2042. Sementara untuk transaksi ditargetkan akan diselesaikan pada paruh pertama 2024.   

Hal ini berdasarkan hasil diskusi dengan pemilik pembangkit listrik tersebut dan pemerintah Indonesia di bawah program Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM) dari ADB. 

ETM merupakan pembiayaan campuran untuk mengakselerasi transisi dari energi fosil ke energi bersih oleh ADB bersama dengan pemerintah, investor swasta, filantropis, dan investor jangka panjang.  

Struktur akhir transaksi juga akan menentukan ukuran pembiayaan, tetapi diperkirakan sekitar US$250 juta-US$300 juta.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper