Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Urgensi Pembatasan Pembelian Pertalite

Pemerintah tengah mengebut penyusunan beleid terkait pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Pertalite dan Solar.
Lukman Nur Hakim,Nyoman Ary Wahyudi
Kamis, 30 Mei 2024 | 07:00
Petugas melakukan pengisian BBM disalah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melakukan pengisian BBM disalah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih terus mematangkan penyusunan beleid terkait pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Pertalite dan Solar. Penyusunan aturan ini disebut hampir final.

Adapun, rencana pembatasan Pertalite dan Solar subsidi diupayakan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang sudah bergulir sejak pertengahan 2022 lalu. Hanya saja, pembahasan revisi beleid tersebut sempat mandek seiring mendekati momentum hajatan pesta demokrasi pada awal tahun ini.

Terbaru, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebut bahwa pembahasan revisi Perpres No. 191/2024 tengah dikebut seiring adanya arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempercepat penerbitan aturan itu. Draf revisi Perpres saat ini masih menunggu persetujuan menteri koordinator bidang perekonomian.

Urgensi Pembatasan Pertalite

Beberapa kali Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan kekhawatiran ihwal mandeknya pembahasan revisi Perpres No. 191/2024 bakal membuat konsumsi BBM subsidi luber atau overkuota setiap akhir tahun

Revisi Perpres No. 191/2024 dinilai mendesak dilakukan di tengah tren pertumbuhan konsumsi BBM subsidi yang meningkat beberapa waktu terakhir. Pemerintah pun berencana untuk mengatur ulang kriteria konsumen yang berhak mengonsumsi Pertalite dan Solar subsidi.

Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025, pemerintah juga telah memberi sinyal pengendalian subsidi dan kompensasi atas BBM Pertalite dan Solar dengan pengendalian kategori konsumen.

Pemerintah menyebut saat ini, Solar dan Pertalite dijual di bawah harga keekonomiannya sehingga memunculkan kompensasi yang harus dibayar oleh APBN. Volume konsumsi Solar dan Pertalite terus meningkat, demikian juga beban subsidi dan kompensasinya dan mayoritas dinikmati oleh rumah tangga kaya.

Upaya pengendalian konsumen tersebut diharapkan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta kiloliter per tahun.

Pembatasan Pertalite -Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Pembatasan Pertalite -Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Plt. Dirjen Migas Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, kementeriannya telah mendapat gambaran ihwal matriks kategori konsumen yang bisa menerima bahan bakar bersubsidi tersebut.

“Termasuk mekanisme untuk memastikan kuota itu bisa dijaga,” kata Dadan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Selain itu, kata Dadan, kementeriannya bakal menggunakan perangkat digital untuk memfasilitasi rencana pembatasan pembelian dua jenis bensin itu.

“Kami sedang memikirkan cara-caranya seperti apa mungkin teknologi akan bantu untuk hal tersebut, apakah barcode atau segala macam,” tuturnya.

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mengajukan sejumlah kriteria kendaraan yang bakal dibatasi aksesnya untuk membeli BBM Solar dan Pertalite.

“Dari segi JBKP [Pertalite] itu ada pembatasan, pertama untuk motor semuanya, kecuali motor yang ada di atas 150 CC,” kata Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim saat diskusi daring Indef, Selasa (14/2/2023).

Selain itu, Abdul menambahkan, lembagannya juga menawarkan seluruh kendaraan roda empat dilarang untuk membeli bensin dengan nilai oktan (RON) 90 tersebut. Kendati demikian, masih ada opsi kedua dengan menetapkan kubikasi mesin maksimal 1.400 cc.

“Mobil pelat hitam ada dua skenario, seluruh mobil pelat hitam akan dilarang, atau opsi dua mobil dengan cc maksimum 1.400 cc,” ujarnya.

Di sisi lain, dia menambahkan, pembelian JBT Solar juga akan dibatasi secara ketat. Misalkan, dia mengatakan, pembatasan bakal diterapkan untuk kendaraan perorangan pelat hitam kategori pikap roda empat. Pembatasan itu dikecualikan untuk pikap double cabin.

“Kemudian angkutan umum pelat kuning karena kan semuanya bebas pantas itu untuk JBT kita ajukan,” tuturnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper