Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan proyek transisi energi membutuhkan waktu 25 tahun dan belanja modal (capital expenditure/capex) hingga US$85 miliar.
Tiko sapaan akrabnya, menyebut bahwa proyek transisi energi di Indonesia masih memiliki banyak tantangan, salah satunya belum jaringan antar pulau atau inter island grid.
Akibatnya, sub sistem kelistrikan di Indonesia masih terpisah-pisah, sehingga terjadi surplus listrik di Kalimantan dan Sumatra, padahal permintaan listrik ada di Jawa.
“Ini menjadi tantangan besar, karena Jawa sekarang base load-nya hampir semua batu bara, perlu waktu untuk memastikan bahwa transmisinya nyambung dulu dari Sumatra paling tidak. Kalau enggak, ke depan dari Kalimantan dan produksi hidro geothermal cukup baru kita bisa melakukan transisi secara efektif,” kata Tiko dalam acara Bisnis Indonesia BUMN Forum, Selasa (30/4/2024).
Tiko melanjut, transisi energi perlu dilakukan secara hati-hati. Sebab, listrik yang dihasilkan tarifnya harus terjangkau bagi masyarakat dan perlu dipastikan PT PLN (Persero) tidak mengalami kesulitan keuangan.
Lebih lanjut, Tiko menuturkan bahwa pemerintah sedang dalam rencana untuk melalukan investasi pada sektor transmisi, rencana ini bakal melibatkan pihak dari PLN.
Baca Juga
“Kita yang akan investasi besar-besaran di generating company di genco-nya, tentunya 60% dengan IPP swasta, 40% dengan internal genco company yaitu Indonesia Power dan Nusantara Power,” ujarnya.
Eks Dirut Bank Mandiri ini, mengatakan program tersebut bakal menjadi yang terpanjang dan terbesar di Indonesia, karena akan berjalan kurang lebih selama 25 tahun dan memerlukan belanja modal sebesar US$85 miliar.
“Ini program sangat luas dan sangat lebar saya rasa ke depan impact ekonomi juga luar biasa, kita menghitung capex dibutuhkan mungkin sekitar US$85 miliar secara total, memang ini secara multiyears akan memberikan katalis ekonomi baru,” ucap Tiko.