Bisnis.com, DENPASAR - Pemerintah Provinsi Bali bersama DPRD telah menyepakati draft Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Pulau Dewata.
Ranperda tersebut telah disetujui dalam Rapat Paripurna Ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024 DPRD Provinsi Bali di Gedung DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Senin (22/4).
PJ Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menjelaskan Perda kemudahan investasi yang telah disetujui akaj diajukan ke Kementerian Dalam Negeri untuk proses fasilitasi. Setelah proses fasilitasi selesai, Perda akan disahkan dan berlaku sebagai landasan hukum dalam investasi.
Dia bPerda kemudahan investasi yang baru diharapkan bisa berdampak ke peningkatan nilai investasi di Pulau Dewata.
“Berbagai pandangan, pendapat, saran, dan masukan, melalui dialog, diskusi, tanya-jawab, saling tukar informasi serta klarifikasi telah dilakukan untuk pengayaan dan penyempurnaan terhadap kedua Ranperda tersebut agar benar-benar berdampak terhadap kemudahan investasi dan bermanfaat bagi masyarakat,” jelas Mahendra, Selasa (23/4/2024).
Mahendra berharap proses fasilitasi akan berjalan dengan lancar sehingga Perda tersebut bisa segera diberlakukan pada 2024. Secara garis besar, Perda kemudahan investasi berisi kebijakan Pemprov Bali dalam mendorong investasi di Bali seperti insentif bagi Badan Usaha Pembangunan dan Pengelolaan (BUPP), pelaku usaha, masyarakat atau investor yang ingin menanamkan modal di Bali.
Baca Juga
Perda ini juga menjadi landasan Pemprov dalam pemberian kemudahan bagi Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Menurut Mahendra, Perda ini bisa mengurangi beban investor atau pelaku usaha dengan banyaknya aturan pajak dan retribusi daerah.
"Banyaknya Perda pajak dan retribusi membebani pelaku usaha mengakibatkan daya saing Bali di investasi belum optimal," kata Mahendra.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi investasi asing atau PMA di Bali pada 2023 Rp11,96 triliun. Sedangkan realisasi investasi dalam negeri Rp9,6 triliun. Jadi total investasi di Bali Rp21,5 triliun