Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas telah menyentuh level tertinggi sepanjang masa, menembus level US$2.400 per ons pada tahun ini. Namun, faktor geopolitik dan menurunnya ekspektasi pemangkasan Federal Reserve (The Fed), ternyata bukan menjadi pendorong utama emas reli emas.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (22/4/2024), tensi geopolitik yang memanas, termasuk perang di Timur Tengah antara Iran vs Israel serta perang Rusia vs Ukraina, serta prospek penurunan suku bunga The Fed telah menambah nilai emas. Namun, yang mendorong kenaikan tersebut adalah permintaan dari China.
China dan India biasanya bersaing untuk meraih gelar menjadi pembeli terbesar di dunia. Namun, hal ini berubah pada 2023 karena konsumsi perhiasan, emas batangan dan koin China melonjak hingga mencapai rekor tertinggi.
Pembelian emas dari China terjadi tak henti-henti. Para pembeli ritel, investor, pedagang berjangka, dan bank sentral negaranya telah memandang emas batangan sebagai penyimpan nilai di masa-masa yang penuh dengan ketidakpastian.
Adapun, permintaan perhiasan emas China meningkat 10% dan India menurun 6%. Investasi batangan dan koin China melonjak 28%.
Lonjakan Impor dan POBC Borong Emas
Walaupun China telah menambang lebih banyak emas dibandingkan negara lain, Negeri Tirai Bambu tersebut masih perlu mengimpor emas lebih banyak dan jumlahnya juga semakin besar.
Baca Juga
Dalam dua tahun terakhir, pembelian dari luar negeri mencapai lebih dari 2.800 ton. Jumlahnya melebihi total logam yang menjadi jaminan ETF di seluruh dunia, atau sekitar sepertiga dari cadangan yang dimiliki oleh The Fed.
Namun, laju pengiriman akhir-akhir ini telah mengalami percepatan dengan impor yang melonjak menjelang Tahun Baru Imlek di China. Selama tiga bulan pertama tahun ini, angka impor juga meningkat 34% jika dibandingkan pada 2023.
Pembelian besar-besaran dari PBOC telah berlangsung 17 bulan berturut-turut, yang menjadi pembelian terlama yang pernah dilakukan. Hal ini karena PBOC berusaha untuk mendiversifikasi cadangan devisanya dari dolar AS, dan melakukan lindung nilai terhadap depresiasi mata uang. Rekor pembelian diperkirakan juga terus meningkat pada 2024
Premi Shanghai
Sebagai importir besar, pembeli emas di China sering harus membayar premi di atas harga internasional. Premi tersebut melonjak menjadi US$89 per ons di awal bulan. Rata-rata selama tahun lalu sebesar US$35, dibandingkan dengan rata-rata historis yang sebesar US$7.
Harga yang tinggi mungkin akan meredam beberapa antusiasme untuk logam mulia. Namun nyatanya pasar terbukti sangat tangguh. Nafsu pembelian dari China juga membantu menopang harga pada level yang jauh lebih tinggi.
Arus ETF
Menurut Bloomberg Intelligence, di China daratan, uang telah mengalir ke ETF emas hampir setiap bulannya sejak Juni 2023. Jumlah aliran dana yang masuk mencapai US$1,3 miliar atau Rp21 triliun sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan arus keluar dana luar negeri sebesar US$4 miliar.
Pembatasan investasi di China menjadi salah satu faktornya, lantaran semakin sedikitnya opsi bagi Negeri Tirai Bambu selain properti dan saham dalam negeri.
Direktur pelaksana konsultan Precious Metals Insights Ltd yang berbasis di Hong Kong, Philip Klapwijk, mengatakan bahwa masih ada ruang permintaan untuk bertumbuh.
Menurutnya, di kala terbatasnya pilihan investasi di China, krisis berkepanjangan di sektor properti, pasar saham yang bergejolak dan melemahnya yuan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan permintaan, mengarahkan uangnya ke aset yang lebih aman.
“Beban uang yang tersedia dalam kondisi seperti ini untuk aset seperti emas – dan sebenarnya bagi pembeli baru yang akan datang, cukup besar,” tuturnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (22/4/2024).
Selain itu, analis Bloomberg Intelligence Rebecca Sin juga mengatakan permintaan China dapat terus meningkat karena investor berupaya mendiversifikasi kepemilikan mereka dengan komoditas.
Respon Pemerintah
Otoritas China, yang dapat bermusuhan terhadap spekulasi pasar memiliki sikap yang kurang optimis. Media pemerintah juga memperingatkan investor untuk berhati-hati dalam mengejar reli.
Sementara iu, Bursa Emas Shanghai dan Bursa Berjangka Shanghai (SHFE) telah meningkatkan persyaratan margin pada beberapa kontrak, untuk meredam pengambilan risiko yang berlebihan.
Adapun, langkah SHFE mengikuti lonjakan volume perdagangan harian ke level tertinggi dalam lima tahun.
Di lain sisi, industri-industri paling menjanjikan di China menghadapi ancaman pembatasan perdagangan yang semakin besar dari pemerintah negara-negara Barat. Hal ini mengaburkan prospek saham-saham yang berpotensi mendorong pertumbuhan pasar China.
Lantaran China telah menjadi target utama dalam kampanye pemilihan umum AS, negara dengan perekonomian terbesar kedua itu menolak tindakan apapun yang dapat menjadi bumerang bagi negaranya.