Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waswas Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Belum Saatnya Intervensi Fiskal

Ekonom menilai pemerintah belum memerlukan intervensi fiskal seperti penyesuaian subsidi untuk meredam risiko kenaikan harga minyak akibat konflik Timur Tengah.
Petugas melakukan pengisian BBM disalah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melakukan pengisian BBM disalah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta, Minggu (3/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom menilai dengan pecahnya konflik di Timur Tengah, khususnya Iran dan Israel, memang memunculkan kekhawatiran akan kenaikan harga minyak. Namun,  belum saatnya pemerintah melakukan intevensi fiskal seperti penyesuaian subsidi. 

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memandang pemerintah belum saatnya melakukan intervensi fiskal saat ini, seperti penyesuaian harga BBM maupun subsidi BBM. 

“Saya kira intervensi berupa penyesuaian harga BBM ataupun subsidi tidaknya dalam jangka pendek belum perlu dilakukan saat ini,” ujarnya, Kamis (18/4/2024). 

Meski intervensi memang menjadi kebijakan yang paling cepat dalam menjaga daya beli masyarakat, namun menurutnya saat ini kondisi masih cukup fluktuatif. 

Terlebih, Yusuf melihat meskipun konflik geopolitik antara Iran dan Israel ini sempat memicu kenaikan harga minyak terutama ketika serangan pertama kali itu dilakukan, namun saat ini harga minyak global secara umum itu sudah mulai melandai atau menurun dari posisi terakhir sejak serangan terjadi.

Di sisi lain, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) pun belum jauh dari kisaran asumsi makro yang sebesar US$82/barel.

Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga ICP Maret 2024 di level US$83,78 per barel.  

“Tahun ini menurut saya pemerintah masih punya ruang fiskal untuk melakukan intervensi, namun saya kira pemerintah juga perlu melihat kondisi Apakah komponen intervensi itu sudah perlu dilakukan saat ini,” tutur Yusuf. 

Senada, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam turut menilai intervensi fiskal pemerintah belum saatnya dilakukan karena konflik Iran-Isral masih belum dapat dipastikan dan cukup spekulatif. 

Piter juga melihat kenaikan harga minyak yang terjadi belum terlalu tinggi selayaknya 2022 silam. 

“Pemerintah memang harus mengantisipasi hal ini… [tetapi] kejadiannya masih belum dapat dipastikan. Kenaikan harga minyak belum terlalu tinggi,” jelasnya. 

Kekhawatiran akan harga minyak pun semakin membuat pemerintah was-was karena nilai tukar rupiah yang menunjukkan tren pelemahan. 

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan pihaknya terus memperhatikan hal-hal tersebut karena berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.  

Terlebih, anggaran untuk belanja negara turut bergantung pada kondisi tersebut termasuk untuk penyaluran subsidi. 

“Kami tetap terus waspada dan beberapa variabel memang kami perhatikan dengan sangat saksama. Kami melihat bagaimana pergerakan kurs, pergerakan harga minyak di Indonesia, juga pergerakan suku bunga di tingkat dunia,” ujarnya dalam Rakorbangpus 2024, Kamis (18/4/2024). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper