Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Minta Pertamina Renegosiasi Kontrak Mata Uang Asing ke Rupiah

Pemerintah meminta Pertamina untuk mulai merenegosiasi kontrak mata uang asing ke rupiah dengan mitranya. Berikut ini alasannya.
Kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah./Reuters-Darren Whiteside
Kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah./Reuters-Darren Whiteside

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) meminta PT Pertamina (Persero) untuk mulai merenegosiasi kontrak mata uang asing ke rupiah dengan mitranya di tengah menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) saat ini. 

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi, mengatakan renegosiasi kontrak mata uang asing ke rupiah itu bertujuan untuk mengurangi eksposur terhadap fluktuasi nilai tukar setelah tren melemahnya rupiah terhadap dolar as pada perdagangan pekan ini. 

“Kami telah meminta Pertamina menjajaki dialog untuk renegosiasi kontrak mata uang asing ke rupiah dengan mitranya,” kata Jodi kepada Bisnis, Rabu (17/4/2024).

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali ditutup turun ke level Rp16.220 pada perdagangan Rabu (17/4/2024). Rupiah melemah bersama beberapa mata uang Asia lainnya.

Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,28% ke Rp16.220 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS menguat 0,02% ke 106,27.

Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia ditutup bervariasi. Yen Jepang naik 0,06%, dolar Singapura naik 0,12%, dolar Taiwan naik 0,07%, won Korea Selatan naik 0,57%, dan peso Filipina turun 0,35%.

Kemudian rupee India turun 0,11%, yuan China stagnan, ringgit Malaysia menguat 0,08%, dan baht Thailand turun 0,42%.

Di sisi lain, Jodi menerangkan, Pertamina juga tengah menjalankan program penghematan pada sisi belanja modal dan operasional untuk mengurangi tekanan nilai tukar tersebut. 

Melemahnya rupiah terhadap dolar turut menjadi perhatian Pertamina di tengah sebagian besar transaksi pengadaan minyak mentah, bahan bakar minyak (BBM) hingga liquefied petroleum gas atau LPG bersama dengan mitra terkait menggunakan dolar AS. Di sisi lain, pendapatan pertamina dari penjualan domestik berbasis pada rupiah. 

Selain itu, Jodi menambahkan, pemerintah turut memantau situasi pasar global yang makin ketat saat ini, termasuk prediksi rebound harga minyak mentah ke level US$100 per barel akibat tensi Iran vs Israel. 

“Kesiapan menghadapi hal ini sangat krusial, dan Pertamina mempunyai peran penting untuk menjaga kestabilan suplai dan harga energi di dalam negeri,” ujarnya.

Sebelumnya, Manager Media dan Stakeholder Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, mengatakan perseroan tengah mengkaji situasi yang bekembang belakangan ihwal rebound harga minyak serta komponen produksi BBM dalam negeri lainnya. 

“Pertamina Patra Niaga me-manage risiko kenaikan biaya akibat pelemahan nilai tukar dengan beberapa mitigasi seperti hedging nilai valas, efisiensi biaya distribusi, mencari sumber LPG dan BBM yang paling optimum,” kata Heppy saat dikonfirmasi, Selasa (16/4/2024). 

Heppy mengatakan perseroan telah memitigasi fluktuasi harga minyak mentah serta komponen produksi BBM lainnya untuk menjaga operasional perusahaan.

“Pertamina Patra Niaga terus berkomitmen untuk menjaga pasokan BBM dan LPG nasional dan menyalurkan LPG dan BBM sesuai kebutuhan masyarakat,” tuturnya.

Subsidi Berpotensi Membengkak

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 kilogram (kg) bakal makin melebar dari asumsi APBN 2024 akibat konflik Iran vs Israel.

Lewat simulasi yang disusun Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero), apabila harga Indonesia Crude Price (ICP) parkir di level US$100 per barel dengan kurs Rp15.900 maka anggaran subsidi dan kompensasi BBM serta LPG 3 Kg bakal melebar ke Rp356,14 triliun dari pagu yang disiapkan dalam APBN tahun ini.

Perinciannya, subsidi BBM dan kompensasi BBM naik ke level Rp249,86 triliun dari asumsi APBN 2024 di level Rp160,91 triliun. Sementara, subsidi LPG 3 Kg naik menjadi Rp106,28 triliun dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp83,27 triliun.

Adapun, sensitivitas asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) APBN mengikuti pola setiap kenaikan ICP US$1 per barel bakal berdampak pada kenaikan PNBP Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp1,7 triliun dan kompensasi energi mencapai Rp5,3 triliun. 

Sementara, setiap kenaikan kurs rupiah Rp100 per dolar AS bakal berdampak pada PNBP sebesar Rp1,8 triliun, kenaikan subsidi energi Rp1,19 triliun dan kompensasi energi Rp3,89 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper