Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cadangan Devisa Benteng Rupiah Diproyeksikan Turun Lagi pada Maret 2024

Posisi cadangan devisa Indonesia diperkirakan melanjutkan tren penurunan pada Maret 2024
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia - Bisnis/Himawan L Nugraharn
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia - Bisnis/Himawan L Nugraharn

Bisnis.com, JAKARTA – Posisi cadangan devisa Indonesia diperkirakan melanjutkan tren penurunan pada Maret 2024. Cadangan devisa sendiri diperoeh dari keuntungan ekspor dan impor antar negara. 

Cadangan devisa memiliki peran penting dalam mengurangi fluktuasi nilai tukar dan mendorong kemajuan ekonomi suatu negara alias benteng bagi rupiah.  

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan cadangan devisa pada maret 2024 akan turun sekitar US$1 miliar hingga US$2 miliar.

Menurutnya, penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu terjadinya aliran modal keluar atau net outflow di pasar portofolio sebesar US$807 juta, terutama pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar US$1,31 miliar. 

“Sementara itu, pasar saham masih mampu mencatatkan inflow US$506 juta. Lebih lanjut, pada Maret juga tidak ada penerbitan global bond, tapi terdapat seri SBN Rupiah yang mature sehingga terdapat outflow,” katanya kepada Bisnis, Kamis (4/4/2024).

Dari sisi neraca dagang, Josua memperkirakan neraca perdagangan Indonesia masih akan mencatatkan surplus, tapi hanya akan berada pada kisaran US$1 miliar hingga US$2 miliar.

Untuk diketahui, Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada Februari 2024 sebesar US$144,0 miliar.

Posisi cadangan devisa ini turun jika dibandingkan dengan posisi cadangan devisa pada bulan sebelumnya yang sebesar US$145,1 miliar.

Josua berpandangan, penurunan cadangan devisa masih dapat berlangsung hingga akhir kuartal II/2024, yang disebabkan oleh masih tingginya ketidakpastian global, terutama terkait ekonomi Amerika Serikat dan arah suku bunga the Fed.

“Terdapat juga kebutuhan dividend and coupon payment ke non-resident, pembayaran pokok ULN [utang luar negeri], dan kebutuhan impor dalam pengendalian inflasi domestik,” jelasnya.

Oleh karena itu, Josua memperkirakan masih akan ada risiko pelemahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. 

Namun demikian, BI diperkirakan akan tetap hadir di pasar untuk melakukan intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan SBN di pasar sekunder.

BI juga diyakini tetap mengupayakan penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper