Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia bakal segera merilis peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal atau yang saat ini dikenal dengan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy).
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muhammad Aris Marfai menyampaikan dengan pemerintah menyediakan peta ini, Kementerian/Lembaga (K/L) bahkan masyarakat tidak lagi bergantung kepada private company, yakni Google.
“Kalau ada ini, kita tak perlu beli dari Google, tapi pemerintah bisa menyediakan,” ujarnya dalam Media Briefing, Selasa (2/4/2024).
Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta ini melibatkan 24 Kementerian/Lembaga dan 34 Provinsi serta mencakup 158 Peta Tematik yang mencakup Informasi Geospasial Tematik (IGT) Perencanaan Ruang, Status, Potensi, Perekonomian, Keuangan, Kebencanaan, Perizinan Pertanahan, dan Kemaritiman.
Hingga Maret 2024, seluruh IGT telah terkompilasi, kemudian sebanyak 141 IGT telah terintegrasi, sedangkan 16 IGT dalam proses verifikasi perbaikan, dan sebesar 86% Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT telah tersinkronisasi.
Sebagai target penurunan ketidaksesuaian perizinan dan Hak atas Tanah hingga akhir 2024 yakni sebesar 9.264.325 hektare atau 8,6%.
Baca Juga
Untuk menunjang peta dengan lebih detail, pemerintah tengah mempercepat penyelesaian peta dasar dengan skala 1:5.000. Kebutuhan peta dengan skala tersebut utamanya untuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) yang lebih jauh dibutuhkan untuk penentuan lokasi investasi atau usaha serta perizinan melalui Online Single Submission (OSS).
“Kalau 1:5.000 nggak selesai, OSS nggak bisa selesai. Masalahnya ini perlu effort luar biasa, kita baru mau selesaikan Sulawesi tahun ini [pulau lainnya belum],” jelasnya.
Bukan hanya menyediakan peta layaknya Google saat ini, kebijakan ini juga akan memberikan fasilitasi untuk melakukan analisis lebih seperti navigasi, zonasi, overlaying.
Bila mana kebijakan ini berhasil, pemerintah akan mampu melakukan hilirisasi menggunakan industri geospasial. Aris melihat, saat ini banyak bisnis yang menggunana basis lokasi.
Dirinya bahkan membandingkan dengan negara-negara di Asia Pasifik, di mana Singapura, China, dan Australia sudah lebih dahulu terjun dalam bisnis tersebut.
“Ke depan bisa saja private company nanti beli dari kita, bukan hanya goggle map, tapi kita tumbuhkan industri yang berbasis peta, seperti FnB, tata ruang, konsultansi, itu akan tumbuh, nggak harus langganan dari private [Google],” jelasnya.
Meski belum rampung seleruhgnya, produk peta tematik Percepatan Kebijakan Satu Peta juga telah dimanfaatkan dalam mendukung berbagai program atau kebijakan berbasis spasial, seperti Reforma Agraria, Peta Tutupan Kelapa Sawit, Strategi Nasional – Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (Stranas-PK) KPK.
Peta ini juga berhasil membantu penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang, Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan, Masterplan Pengembangan Kawasan Batam-Bintan-Karimun (BBK), Perbaikan Kualitas Rencana Tata Ruang, Penyusunan RDTR untuk Percepatan Perizinan Berusaha.
Lebih jauh lagi, membantu Delineasi Wilayah Area Of Interest (AOI) untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Program Ketahanan Pangan Nasional (Food Estate), serta sistem OSS.
Meski demikian, saat ini laman peta https://onemap.big.go.id masih belum dapat diakses secara publik. Plt. Deputi VI Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebutkan akses tersebut akan dibuka dalam waktu dekat.
“Walaupun sekarang akses ke publik belum dibuka, nanti setelah peluncuran Geoportal 2.0 akan dibuka, namun tetap akan diatur tentang aksesnya karena ada juga hal-hal yang tidak bisa di-share. Nanti peta yang ditampilkan di Geoportal akan jadi referensi tunggal untuk pembuatan program/kebijakan yang butuh data spasial,” ungkapnya.