Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Didik S Setyadi

Staf Pengajar di Petroleum University UP 45 Yogyakarta, Ketua Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Target Produksi 1 Juta Barel Terancam Mundur?

EOR adalah suatu teknologi untuk mengangkat minyak yang ada di dalam perut bumi yang tidak mudah diangkat dengan cara-cara alamiah maupun konvensional.
Pegawai Saudi Aramco berjalan di Departemen Pemrosesan Khurais yang terletak di ladang minyak Khurais, Arab Saudi, Senin (28/6/2021).Bloomberg/Maya Siddiqui
Pegawai Saudi Aramco berjalan di Departemen Pemrosesan Khurais yang terletak di ladang minyak Khurais, Arab Saudi, Senin (28/6/2021).Bloomberg/Maya Siddiqui

Bisnis.com, JAKARTA - Ada berita menarik, Amin Nasser CEO Saudi Aramco pada tanggal 18 Maret 2024 di Forum CEO Annual Gathering CERAweek Energy di Houston mengatakan: the energy transition is failing and policymakers should abandon the “fantasyof phasing out oil and gas, as demand for fossil fuels is expected to continue to grow in the coming years.

Pernyataan ini cukup mencengangkan banyak pihak yang sedang optimis-optimisnya menggadang energi terbarukan segera menggantikan energi fosil dalam waktu dekat, meskipun bagi kalangan Industri Hulu Migas bukanlah suatu yang baru apalagi aneh.

Kita tinggalkan sejenak pernyataan Naseer tersebut. Beberapa waktu lalu kami, Asosiasi Praktisi Hukum Migas dan Energi Terbarukan (APHMET) bekerjasama dengan Komunitas Migas Indonesia (KMI) dan Law Firm Fernandes Partnership pada hari Jumat 8 Maret 2024 di Jakarta, menyelenggarakan Forum Kolaborasi Pengembangan Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan tema “Aspek Hukum Optimalisasi Produksi Minyak Bumi Melalui Enhanced Oil Recovery (EOR).

Bagi kalangan awam perlu sedikit saya jelaskan bahwa sederhananya EOR itu adalah suatu teknologi untuk mengangkat minyak yang ada di dalam perut bumi yang tidak mudah diangkat dengan cara-cara alamiah maupun konvensional, sehingga membutuhkan “dorongan” atau “pengikatan” dengan penyuntikan bahan tertentu (non kimia ataupun senyawa kimia) ke dalam reservoir sehingga bisa terangkat ke permukaan bumi.

Dalam Long Term Planing yang dibuat SKK Migas dan di-endorse oleh Pemerintah, penerapan dan pengembangan EOR itu termasuk pilar utama untuk mencapai target produksi 1 juta barel minyak per hari di tahun 2030. Dengan kata lain: tanpa ada teknologi EOR yang masif maka target produksi minyak 1 juta barel semakin mustahil untuk dicapai.

Dalam forum kolaborasi terjawab kembali tentang pertanyaan “berapa sih sesungguhnya cadangan minyak yang ada di bawah wilayah kedaulatan teritorial Indonesia?

Menurut Arif Prasetyo dari SKK Migas ada sekitar 76,26 BSTB. Dari angka 76,26 BSTB tersebut yang telah diangkat sebanyak 25,04 BSTB dan secara teknis yang terjadi selama ini memang tidak mungkin mengangkat semua cadangan minyak tersebut, tetaoi berdasarkan prakiraan masih ada sekitar 2 milyar barel yang sering disebut sebagai cadangan, yang bisa diproduksikan dengan teknologi yang tersedia saat ini yang secara ekonomis juga layak (masuk). Adapun teknologi yang dimaksud adalah teknologi EOR itu.

Namun sayang sekali kegiatan pengembangan EOR, khususnya dengan teknologi Chemical EOR ini berjalan sangat lamban meskipun sudah bertahun-tahun diperbincangkan.

Setelah dikaji ternyata enabler berupa hukum dan kebijakan yang dapat memihak dan melindungi pengembangan Chemical EOR sangat dibutuhkan, sehingga Forum Kolaborasi tersebut menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang telah dikirimkan kepada Menteri ESDM, Kepala SKK Migas, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), serta tembusan Kepada Menteri-Menteri dan Kapolri dalam kapasitas sebagai Komisi Pengawas yang berdasarkan Pasal 4 huruf a Perpres Nomor 9 Tahun 2013 mempunyai tugas: “memberikan persetujuan terhadap usulan kebijakan strategis dan rencana kerja SKK Migas dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha huiu minyak dan gas bumi”

Rekomendasi dari Forum Kolaborasi yang dihadiri oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi keahlian secara teknis, perencanaan proyek serta hukum adalah sebagai berikut:

Pertama, adanya cadangan minyak dengan potensi yang sangat besar untuk diangkat dengan Teknologi EOR (khususnya Chemical EOR), maka terdapat urgensi untuk menetapkan proyek-proyek pengembangan EOR yang telah disetujui oleh Pemerintah/SKK Migas sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN); Penetapan PSN akan memastikan adanya perlindungan hukum yang cukup dalam hal terjadinya kegagalan yang tidak dapat dihindarkan dan dilaksanakan sesuai dengan Business Judgment Rules dengan menganggap tindakan tersebut sebagai bagian dari riset pengembangan EOR, serta tidak dengan mudah dikriminalisasikan dengan dugaan merugikan keuangan negara.

Kedua, pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur polymer/surfactant adalah bagian penting dari ekosistem pengembangan EOR, maka akan lebih menguntungkan jika pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur tersebut dimasukkan dalam skema hulu migas (tidak dengan skema pengadaan barang dan jasa pihak ketiga): Ketika pembangunan fasilitas polymer/surfactant masuk kedalam skema hulu migas dan menjadi Barang Milik Negara maka diperlukan amandemen PSC, baik PSC Cost Recovery maupun Gross Split yang menggambarkan kemudahan pembangunan, hak-hak yang diterima oleh negara, namun tetap menguntungkan kontraktor; Pembangunan fasilitas produksi/pabrik/manufaktur sebaiknya melibatkan pihak/ pihak-pihak yang selama ini telah melakukan uji coba/pilot project memproduksi chemical EOR di Indonesia; Selanjutnya hasil produksi polymer/surfactant diproduksi untuk kebutuhan seluruh WK/Lapangan minyak yang di Indonesia yang membutuhkan sehingga terjadi efisiensi biaya dan investasi salah satunya karena menggunakan lahan dan infrastruktur eksisting yang telah dikuasai dan dibangun oleh KKKS atau BUMN yang memiliki kemampuan memproduksi chemical untuk EOR. Skema pembiayaan pengembangan EOR dapat menggunakan skema Trustee Borrowing Scheme (TBS) sebagaimana telah diterapkan dalam pembangunan fasilitas produksi LNG.

Ketiga pengembangan EOR akan melalui banyak proses rekayasa, uji coba, penyempurnaan formula, desain dan pekerjaan-pekerjaan intelektual lainnya maka pendaftaran dan perlindungan hak kekayaan intelektual (HAKI)/Intellectual Property Right (IPR) harus disiapkan dan dikerjakan sejak awal, sehingga akan menambah kekayaan negara dari sisi Intangible Asset, sekaligus memacu pengembangan Sumber Daya Manusia untuk berkreasi dan berinovasi.

Keempat aspek-aspek hukum sebagaimana telah diuraikan di atas perlu dituangkan dalam kebijakan dan produk hukum yang tepat, maka dibutuhkan perancangan peraturan perundang-undangan untuk dijadikan dasar implementasinya, berupa Peraturan Presiden, Peraturan Menteri hingga Pedoman Tata Kerja dari SKK Migas

Rekomendasi-rekomendasi ini sangat penting bila ditujukan untuk Ketahanan Energi Nasional dengan mempertimbangkan ketersediaan Energi Terbarukan sebagai pengganti energi fosil juga belum mampu terproduksi sebanyak yang ditargetkan.

Rekomendasi ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Nasser CEO Saudi Aramco sebuah perusahaan dari negara yang sangat kaya raya dengan cadangan migasnya.

Sementara bila kita melakukan pekerjaan masif untuk meningkatkan produksi dan cadangan migas itu kemudian menghadapi tantangan dan pertanyaan kritis soal Climate Change, Nationally Determined Commitment (NDC) untuk Nett Zero Emission, maka industri migas punya jawaban bahwa teknologi CCS dan CCUS (Carbon Capture Storage dan Carbon Capture Utilization and Storage) sejauh ini bisa diandalkan, meskipun kalangan “radikal pembela lingkungan” masih curiga dan mencibirnya sebagai akal-akalan dari industri energi fosil yang ingin terus terusan melanggengkan bisnisnya.

Namun yang pasti mereka (kalangan radikal ini) nyatanya tidak mampu untuk memberikan alternatif yang realistis agar dunia dapat melakukan phasing out energi berbasis fosil dalam waktu sesingkat-singkatnya, dengan kata lain energi fosil masih jadi andalan setidaknya selama beberapa dekade mendatang.

Alhasil, kita semua harusnya “kembali ke lap-top”, mesti serius berpikir, serius bekerja dan serius berkolaborasi untuk bisa fokus kembali pada peningkatan produksi dan cdangan migas yang Tuhan karuniakan bagi negeri ini. Dan cara yang paling mendesak adalah menyeegerakan revisi Undang-undang Migas.

Dengan Undang-undang Migas yang baru wadahi semua poin-poin penting dalam rekomendasi-rekomendasi tersebut di atas karena rekomendasi-rekomendasi untuk EOR yang sudah saya sebutkan itu, sudah barang tentu juga sangat dibutuhkan untuk pengembangan teknologi CCS dan CCUS sekalipun Perpres 14 Tahun 2024, Peraturan Menteri ESDM No 2/2023 dan PTK SKK Migas Nomor 070/2024.

Insyaa Allah semangat serta ikhtiar untuk memperkuat tata kelola dan kelembagaan industri hulu migas melalui revisi undang-undnag migas ini menjadi barokah kita semua di bulan suci Ramadan kali ini. (Didik S Setyadi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper