Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS moderat, Sinyal Penurunan Suku Bunga The Fed di Juni 2024

Ketua the Fed Jerome Powell mengatakan usai data tersebut rilis, bahwa inflasi Februari sejalan dengan target pemerintah.
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, Rabu (26/7/2023). / Reuters
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Washington, DC, AS, Rabu (26/7/2023). / Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga-harga di Amerika Serikat (AS) mengalami moderasi pada Februari, dengan biaya layanan di luar perumahan dan energi melambat secara signifikan. Kondisi ini menjadi sinyal kuat bagi The Fed untuk melakukan penurunan suku bunga pada Juni. 

Laporan dari Departemen Perdagangan AS pada Jumat (29/3/2024) menunjukkan ekonomi AS ditopang oleh belanja konsumen yang meningkat bahkan paling tinggi dalam lebih dari satu tahun terakhir pada bulan lalu. 

AS terus mengungguli negara-negara lain di dunia meskipun biaya pinjaman lebih tinggi, berkat kekuatan pasar tenaga kerja yang terus meningkat.

Kepala Ekonom di LPL Financial di Charlotte, North Carolina, Jeffrey Roach melihat inflasi jasa-jasa inti melambat dan akan berlanjut sepanjang tahun ini. 

"Pada saat Fed bertemu di bulan Juni, data seharusnya sudah cukup meyakinkan bagi mereka untuk memulai proses normalisasi suku bunga,” ujarnya dikutip dari Reuters, Sabtu (30/3/2024). 

Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan melaporkan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 0,3% bulan lalu,. Data untuk bulan Januari direvisi lebih tinggi dan menunjukkan indeks harga PCE naik 0,4%, bukan 0,3% seperti yang dilaporkan sebelumnya. 

Harga-harga barang naik 0,5% bulan lalu, didorong oleh lonjakan 3,4% pada harga bensin dan produk energi lainnya.

Kenaikan lainnya yang menunjukkan pemulihan kuat terlihat pada harga barang-barang rekreasi, kendaraan, pakaian dan alas kaki. Namun harga-harga untuk perabotan dan peralatan rumah tangga, dan barang-barang manufaktur tahan lama lainnya masih lemah.

Secara tahunan atau year-on-year (yoy), inflasi PCE pada Februari naik 2,5% setelah naik 2,4% di bulan Januari. Meskipun tekanan harga mereda, inflasi tetap berada di atas target 2% bank sentral AS.

Ketua the Fed Jerome Powell mengatakan usai data tersebut rilis, bahwa inflasi Februari sejalan dengan target pemerintah. 

Pejabat Fed pekan lalu kembali menahan suku bunga bank sentral pada kisaran 5,25%-5,50%, setelah menaikkannya sebesar 525 basis poin sejak Maret 2022.

Para pembuat kebijakan mengantisipasi tiga kali penurunan suku bunga tahun ini. Pasar keuangan memperkirakan penurunan suku bunga pertama pada bulan Juni. 

Inflasi Tetap Ada

Harga yang meningkat 0,3% pada bulan lalu tidak termasuk komponen harga bergejolak dan energi. Kondisi ini menyusul inflasi Januari yang direvisi dari 0,4% menjadi 0,5%. 

Inflasi inti naik 2,8% (yoy) pada Februari, kenaikan terkecil sejak Maret 2021. Angka inflasi bulanan (month-to-month/mtm) sebesar 0,2%, AS masih butuh waktu untuk mengembalikan inflasi ke target. 

Sementara beberapa pengamat melihat seharusnya laporan harga konsumen dan produsen tidak diterjemahkan sebagai data harga PCE karena bobot yang berbeda, beberapa elemen yang melekat tetap ada.

Inflasi inti telah meningkat pada tingkat tahunan 3,5% dalam tiga bulan terakhir. Harga jasa naik 0,3%, melambat setelah kenaikan 0,6% di bulan Januari. Biaya perumahan dan utilitas naik 0,5%. Terpantau juga kenaikan yang solid pada harga layanan rekreasi serta layanan keuangan dan asuransi.

Namun biaya makan di restoran, kamar hotel dan motel tidak berubah, sementara layanan transportasi hampir tidak naik dan layanan kesehatan sedikit meningkat. 

Apa yang disebut sebagai super core naik 3,3% tahun ke tahun setelah naik 3,5% di bulan Januari. Para pembuat kebijakan memantau data super core untuk mengukur kemajuan mereka dalam memerangi inflasi.

Data ini telah meningkat pada tingkat 4,5% dalam tiga bulan terakhir, yang menurut beberapa ekonom mendukung penundaan penurunan suku bunga. 

Namun, sebagian ekonom lainnya melihat kenaikan ini sebagai hasil dari lonjakan harga di bulan Januari, yang menurut mereka tidak menandai pergeseran tren.

Setidaknya terdapat enam pendorong lonjakan inflasi inti pada 2021 hingga 2022, yaitu margin yang meluas, kenaikan upah yang cepat, meledaknya harga sewa, kekacauan rantai pasokan, dan harga pangan dan energi global yang lebih tinggi. 

“Semuanya telah dinormalisasi atau sedang dalam proses normalisasi, tanpa tanda-tanda nyata dari adanya enam pendorong tersebut terjadi lagi," kata Ian Shepherdson, kepala ekonom di Pantheon Macroeconomics.

Shepherdson menilai kondisi ini mengartikan tekanan fundamental terhadap inflasi menuju arah negatif, namun tidak menutup kemungkinan adanya kejadian yang dapat membalikkan inflasi menjadi positif. 

Sama halnya seperti Indonesia, belanja konsumen menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS. Di mana belanja konsumen naik 0,8% bulan lalu atau kenaikan.

Di sisi lain, belanja konsumen riil menunjukkan bahwa konsumsi kemungkinan besar mempertahankan sebagian besar momentumnya pada kuartal pertama. Hal ini mendorong Fed Atlanta untuk menaikkan estimasi pertumbuhan produk domestik bruto pada kuartal ini menjadi 2,3% secara tahunan dari 2,1%.

Prospek pertumbuhan juga didukung oleh data dari Biro Sensus yang menunjukkan bahwa persediaan grosir dan ritel meningkat dengan cepat pada Februari, mengimbangi pelebaran 1,5% dalam defisit perdagangan barang.

Namun, sebagian besar pengeluaran didanai dari tabungan karena pendapatan naik 0,3% setelah naik 1,0% pada Januari karena dividen khusus Costco Wholesale Corporation. 

Pendapatan yang dimiliki rumah tangga setelah memperhitungkan inflasi dan pajak, turun 0,1%. Tingkat tabungan turun menjadi 3,6%, level terendah sejak Desember 2022, dari 4,1% pada Januari.

"Selama pertumbuhan lapangan kerja tetap kuat, hal ini dapat menopang pengeluaran yang solid, namun, konsumen secara keseluruhan tidak siap menghadapi pelemahan pasar tenaga kerja jika terjadi," kata Kathy Bostjancic, kepala ekonom di Nationwide.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper