Bisnis.com, JAKARTA – Dampak dari momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini diperkirakan tidak akan memberikan dorongan atau dampak yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memperkirakan terjadinya anomali pada aktivitas konsumsi masyarakat di momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini.
Hal ini terutama dipicu oleh daya beli masyarakat yang mulai tergerus akibat lonjakan harga pangan sejak akhir 2023.
“Itu menggambarkan potensi laju konsumsi yang meningkat sudah mulai tergerus sejak awal tahun, kita khawatirkan secara musiman pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2024 tidak akan setinggi di periode Lebaran tahun lalu,” katanya dałam acara diskusi publikace, Selasa (26/3/2024).
Eko memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini akan mencapai 5% atau relatif lebih tinggi dari kuartal IV/2023.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2024 tersebut menurutnya berpotensi lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi kuartal II/2023 yang sebesar 5,17%.
Baca Juga
“Konsumsi masyarakat sudah tergerus, tidak hanya harga beras yang naik tinggi, tetapi juga termasuk harga daging dan telur. Itu konsekuensi dari ketidakmampuan pemerintah menjaga harga barang menjelang Lebaran ini,” jelasnya.
Eko menyampaikan, penurunan daya beli, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah juga terlihat dari jumlah tabungan yang terus menurun.
“Trennya turun dan itu menggambarkan makin banyak masyarakat Indonesia menghadapi Lebaran 2024 ini dengan makan tabungan,” tuturnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi mencapai 2,75% secara tahunan pada Februari 2024, naik dari bulan sebelumnya 2,57% secara tahunan.
Lebih rinci, kelompok harga bergejolak (volatile food) tercatat meningkat tinggi, mencapai 8,47% secara tahunan, dari bulan sebelumnya yang juga naik 7,22%.