Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan instrumen Surat Berharga Negara (SBN) masih laku dan diminati investor asing, meski Amerika Serikat menaikkan tingkat suku bunga yang sangat tinggi dan bertahan dalam waktu yang lebih lama atau higher for longer.
Dia menyampaikan bahwa pasar keuangan Indonesia relatif terjaga baik di tengah volatilitas, terutama tingginya suku bunga di global.
Menurutnya, tingkat imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun mengalami kenaikan dan mencapai puncaknya pada Oktober 2023 yang hampir mendekati 5%. Yield US Treasury saat ini tercatat sebesar 4,26%.
Meski mengalami kenaikan yang sangat tinggi, spread SBN dalam local currency dan US Treasury relatif terjaga baik, yang mencapai 236 basis poin per 22 Maret 2024.
Sri Mulyani mengatakan spread tersebut termasuk salah satu yang paling rendah dibandingkan dengan beberapa negara emerging market lainnya.
“Ini menggambarkan APBN kita yang kredibel dan cukup transparan dan bisa dipercaya membuat kita mampu menjaga competitiveness dr SBN kita dalam situasi gejolak seluruh dunia dari sisi penguatan dolar AS,” katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (25/3/2024).
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan kondisi ini juga data dilihat pada tingkat depresiasi nilai tukar rupiah yang tercatat hanya sebesar 1,60% secara year-to-date (ytd), juga lebih baik dibandingkan dengan beberapa mata uang negara lainnya.
Dia mencontohkan, mata uang negara lain yang terdepresiasi lebih dalam, yaitu ringgit Malaysia sebesar 2,93%, won Korea 3,4%, baht Thailand hingga 8,69%.
“Namun, memang diakui dengan kenaikan suku bunga AS yang tinggi, dolar AS mengalami penguatan relatif terhadap mata uang lain," jelasnya.
Kementerian Keuangan mencatat, per 22 Maret 2024, kinerja pasar saham menguat dengan naiknya IHSG ke level 7.336,36 atau nail 0,89% ytd, serta pasar saham yang mencatatkan inflow Rp27,88 triliun. Sementara itu, pasar SBN mengalami outflow Rp24,92 triliun.