Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Thailand Sretha Thavisin secara mendadak meminta bank sentral negara tersebut untuk segera mengadakan pertemuan Komite Kebijakan Moneter yang tak dijadwalkan untuk memangkas suku bunga acuan.
Mengutip Bloomberg, Selasa (20/2/2024), Sretha Thavisin, yang baru saja dilantik menjadi Perdana Menteri, mengatakan bahwa data terbaru menunjukan perekonomian negara Negeri Gajah Putih berada dalam kondisi krisis.
“Saya ingin memohon kepada Monetary Policy Committee [MPC] untuk segera mengadakan rapat komite guna mempertimbangkan pengurangan minat tanpa menunggu pertemuan yang dijadwalkan,” jelas Srettha dalam postingannya di X “Twitter” pada Senin malam (19/2).
Adapun, pertemuan penetapan suku bunga yang dipimpin oleh Gubernur Bank Sentral Thailand Sethaput Suthiwartnarueput tidak dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan rutin hingga 10 April 2023.
Baht kemudian juga mengalami penurunan sebesar 0,3% di tengah Srettha yang menyerukan pertemuan tersebut di luar siklus untuk memangkas suku bunga yang berada pada level tertinggi dalam satu dekade.
“Permintaan ini menunjukkan meningkatnya hambatan bagi baht mengingat meningkatnya tekanan terhadap bank sentral untuk melakukan pemotongan sebelum pertemuan berikutnya pada bulan April,” jelas ahli strategi mata uang di Bank of Singapore Ltd, kata Moh Siong Sim.
Baca Juga
Menurutnya, nilai tukar baht mungkin akan tetap berada di bawah tekanan dalam waktu dekat di tengah-tengah penguatan dollar AS.
Sebagai informasi, mata uang baht pada kuartal terakhir tahun lalu telah menjadi mata uang berkinerja terbaik di Asia. Namun saat ini menjadi mata uang berkinerja yang terburuk lantaran investor asing terus menghindari aset-aset thailand.
Kondisi Ekonomi Thailand
Panel penetapan suku bunga membiarkan suku bunga tidak berubah pada 2,5% pada 7 Februari 2024, mengabaikan seruan Srettha untuk pemotongan 25 basis poin.
Data yang dirilis oleh Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Thailand sebesar 1,7% pada kuartal IV/2023, jauh di bawah perkiraan para ekonom.
Output kemudian juga menyusut 0,6% dari kuartal ke kuartal, dibandingkan dengan proyeksi penurunan sebesar 0,1%. Untuk setahun penuh pada 2023, perekonomian tumbuh 1,9%, yang memperpanjang satu dekade pertumbuhan rata-rata di bawah 2%.
Perekonomian Thailand saat ini juga mengalami disinflasi. Harga konsumen selama empat bulan tercatat negatif sejak Oktober 2023.
Srettha juga berencana untuk menopang pertumbuhan dengan pemberian uang tunai sebesar US$14 miliar atau sekitar Rp219 triliun kepada masyarakat untuk konsumsi, untuk memulihkan perekonomian yang melambat.
Rencana tersebut dikritik oleh para ekonom dan bank sentral karena dianggap sebagai inflasi dan berisiko terhadap konsolidasi fiskal.
Saat ini, diketahui bahwa mata uang baht melemah terhadap dolar sebesar -0,26% pada pukul 8.49 WIB.