Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah saling silang pendapat soal sebab masih tingginya harga tiket penerbangan di Indonesia.
Meski kementerian menuding kondisi ini disebabkan oleh berkurangnya ketersediaan armada, pihak lainnya menduga ada monopoli penyaluran avtur sehingga menimbulkan harga jual tidak kompetitif.
Pelaku bisnis aviasi dalam beberapa kesempatan menjabarkan bahwa beberapa komponen lain yang mendorong tingginya harga tiket penerbangan mencakup avtur, kesulitan suku cadang dan kian lemahnya rupiah terhadap dolar.
Selain itu, terdapat informasi komprehensif lainnya yang menjadi pilihan BisnisIndonesia.id pada Jumat (9/2/2024). Di antaranya adalah:
1. Peluang Saham PTPP di Tengah Sentimen Negatif BUMN Karya
Saham PT PP (Persero) Tbk. memiliki peluang yang cukup menjanjikan untuk kembali dikoleksi investor di tengah sentimen negatif yang masih membayangi BUMN konstruksi.
Kinerja saham emiten berkode PTPP ini terlihat tidak begitu bergairah tahun ini. Pada pekan ini, saham PTPP sempat menguat cukup tinggi selama 2 hari berturut-turut, yakni pada 5-6 Februari 2024, masing-masing 1,49% dan 2,44%.
Namun, pada Rabu (7/2/2024), saham PTPP berbalik melemah dengan penurunan sebesar 2,38% hingga ditutup di level Rp410. Dengan posisi harga itu, saham PTPP tercatat turun 4,21% sepanjang tahun berjalan 2024 atau secara year-to-date (YtD).
2. Saling Tuding Sebab Mahalnya Tiket Pesawat
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno membantah harga avtur menjadi biang kerok utama harga tiket pesawat mahal.
Hasil kajian yang dilakukan pemerintah yang melibatkan Kementerian ESDM dan BUMN tahun lalu tidak menemukan adanya pengaruh signifikan harga avtur dengan kenaikan harga tiket pesawat. Menurutnya, komponen harga bahan bakar minyak (BBM) penerbangan bukan hanya disumbang oleh avtur, tapi ada pajak yang turut diperhitungkan.
Menurutnya, lonjakan harga tiket pesawat di Indonesia, lebih disebabkan oleh ketersediaan pesawat dan kursi yang terbatas. Oleh karena itu, Sandi menilai jumlah pesawat perlu ditambah sampai 700 unit.
3. Deflasi China Tambah Guncangan Ekonomi di Awal Tahun
Harga konsumen China pada Januari terperosok dalam sejak September 2009, menandakan penurunan selama 4 bulan berturut-turut. Data ini menambah kekhawatiran kelanjutan pelemahan ekonomi China.
Biro Statistik Nasional China (NBS) mengumumkan indeks harga konsumen turun 0,8% (year-on-year) pada Januari, dibandingkan sebelumnya 0,3% pada Desember, seperti dilaporkan South China Morning Post, Kamis (8/2/2024).
Angka itu bahkan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya oleh analis dari Wind di China sebesar 0,5%. Adapun sumber penurunan utamanya berasal dari sektor makanan yang terdiri dari sayuran segar, daging babi, dan buah-buahan.
4. Memastikan Drama Panjang Proyek Masela Berakhir Bahagia
Masih adanya sederet persoalan yang membayagi proyek gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Abadi Blok Masela, membuat otoritas hulu minyak dan gas bumi lebih serius lagi mengawal pelaksanaan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang paling diharapkan segera berjalan tersebut.
Kendati Inpex Masela Ltd., Pertamina Hulu Energi Masela, dan Petronas Masela Sdn. Bhd. sudah mencatatkan progres positif di proyek LNG Masela yang terletak sekitar 160 kilometer lepas pantai Pulau Yamdena di Laut Arafura dengan kedalaman 400—800 meter itu, tidak serta merta membuat otoritas hulu migas bisa bernapas lega.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan tidak hanya akan berperan sebagai pengawas, tetapi juga bakal terlibat langsung dalam pengembangan, pelaksanaan, dan pengelolaan ladang gas tersebut.
5. Arah Margin Bunga Bank Jumbo Kala Suku Bunga Menurun
Penurunan suku bunga acuan yang diperkirakan bakal dilakukan oleh Bank Indonesia tahun ini berpeluang untuk makin mempertebal margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) di kalangan bank jumbo.
Tingginya pertumbuhan kinerja bisnis bank jumbo sepanjang 2023 lalu tidak terlepas dari kinerja NIM mereka yang tetap tinggi meski di tengah era suku bunga tinggi.
Bank-bank jumbo atau Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV terdiri atas empat bank, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.