Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Houthi Blokade Laut Merah Bikin Minyak Global Gak Laku, Kok Bisa?

Pasokan Minyak Global tak laku gara-gara Houthi blokade kapal yang lewat Laut Merah.
Helikopter militer Houthi melayang di atas kapal kargo Galaxy Leader saat para pejuang Houthi berjalan di dek kapal di Laut Merah dalam foto ini yang dirilis pada 20 November 2023. Media/Handout Militer Houthi melalui REUTERS
Helikopter militer Houthi melayang di atas kapal kargo Galaxy Leader saat para pejuang Houthi berjalan di dek kapal di Laut Merah dalam foto ini yang dirilis pada 20 November 2023. Media/Handout Militer Houthi melalui REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA - Blokade yang dilakukan pasukan Houthi Yaman di Laut Merah membuat tarif pengiriman tanki minyak melonjak. Komoditas minyak global menjadi tak laku lantaran investor memilih untuk beli pasokan minyak di dalam negeri. 

Mengutip Bloomberg pada Senin (5/2/2024), penurunan lalu lintas tanker melalui Terusan Suez terjadi lantaran blokade yang dilakukan Houthi Yaman. Kini, satu wilayah perdagangan berpusat di sekitar Cekungan Atlantik yang mencakup Laut Utara dan Laut Tengah, dan wilayah lainnya yang mencakup Teluk Persia, Samudra Hindia, dan Asia Timur. 

Masih ada pergerakan minyak mentah di wilayah tersebut, yakni melalui perjalanan yang lebih panjang dan lebih mahal di sekitar ujung selatan Afrika. Namun, pola pembelian baru-baru ini menunjukan adanya perubahan pasokan. 

Menurut para pedagang, di seluruh Eropa beberapa penyulingan melewatkan pembelian minyak mentah Basrah Irak bulan lalu. Sementara pembeli dari Benua Biru mengambil muatan dari Laut Utara dan Guyana.

Untuk di Asia, lonjakan permintaan untuk minyak mentah Murban Abu Dhabi menyebabkan lonjakan harga spot pada pertengahan Januari, dan aliran dari Kazakhstan ke Asia turun tajam.

Adapun, berdasarkan data dari pelacakan kapal Kpler menunjukan bahwa pengiriman minyak mentah dari Amerika Serikat (AS) ke Asia anjlok lebih dari sepertiga pada Januari 2024, dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). 

Walaupun fragmentasi ini tidak permanen, namun saat ini membuat lebih sulit bagi negara-negara yang bergantung pada impor seperti India dan Korea Selatan untuk mendiversifikasi sumber pasokan minyak mereka. Bagi perusahaan pengilang, hal ini membatasi fleksibilitas mereka untuk merespons dinamika pasar yang berubah dengan cepat dan akhirnya dapat menggerogoti margin.

Analis utama minyak mentah di perusahaan analisis data Kpler, Viktor Katona, mengatakan bahwa peralihan ke kargo yang lebih mudah secara logistik masuk akal secara komersial. Hal ini akan terjadi selama gangguan di Laut Merah membuat tarif pengangkutan tetap tinggi. 

"Ini adalah tindakan penyeimbangan yang sulit untuk memilih antara keamanan pasokan dan memaksimalkan keuntungan,” terangnya.

Berdasarkan data Kpler pada 30 Januari 2024,, transit kapal tanker minyak melalui Terusan Suez turun 23% pada bulan lalu dibandingkan November 2023. Penurunan lebih dalam juga terjadi pada bahan bakar gas cair dan gas alam cair, yang turun masing-masing sebesar 65% dan 73%.

Di pasar produk, aliran bahan bakar diesel dan jet dari India dan Timur Tengah ke Eropa, serta bahan bakar minyak dan nafta Eropa yang menuju ke Asia paling banyak terkena dampak. Harga naphta di Asia, bahan baku petrokimia, mencapai tertinggi dalam hampir dua tahun pada minggu lalu karena di kala kekhawatiran sulitnya mendapatkan pasokan dari Eropa. 

Kemudian, dampak blokade Houthi di Laut Merah juga berdampak pada harga minyak melalui biaya transportasi yang lebih tinggi, yang mendorong pengilang untuk mencari pasokan lokal bila memungkinkan.

Kpler menuturkan bahwa tarif kapal tanker minyak Suezmax dari Timur Tengah ke Eropa Barat Laut melonjak sekitar setengahnya sejak pertengahan Desember 2023. Harga patokan global Brent naik sekitar 8% dalam periode yang sama.

Sementara itu, menurut para pedagang, biaya pengiriman minyak ke Asia dari AS, di mana produksi sedang meningkat, naik lebih dari US$2 per barel selama periode tiga minggu pada Januari 2024.

Analis komoditas di UBS Group AG, Giovanni Staunovo, mengatakan bahwa diversifikasi masih mungkin untuk dilakukan, namun harganya akan menjadi lebih mahal. 

“Kecuali jika minyak tersebut dapat diteruskan ke konsumen akhir, maka hal ini akan mengurangi margin kilang,” jelasnya.

Direktur konsultan Surrey Clean Energy,  Adi Imsirovic, juga mengatakan bahwa geopolitik tidak baik untuk perdagangan. 

“Jika saya seorang pembeli, saya akan waspada. Ini adalah masa yang sulit bagi perusahaan penyulingan, terutama perusahaan penyulingan di Asia, yang harus lebih fleksibel,” terangnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper