Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua MPR Minta Jokowi Kaji Lagi Pajak Hiburan, Ini Alasannya

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintahan Presiden Jokowi kembali mengkaji penerapan pajak hiburan minimal 40%.
Ilustrasi aktivitas di tempat hiburan malam. Pemerintah resmi menaikkan pajak hiburan sebesar 40%-75% yang tertuang dalam Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dok Freepik
Ilustrasi aktivitas di tempat hiburan malam. Pemerintah resmi menaikkan pajak hiburan sebesar 40%-75% yang tertuang dalam Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan dan mengkaji kembali secara cermat dampak dari kenaikan pajak hiburan terhadap industri hiburan.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu pun mengatakan bahwa perlu dilakukan kembali kajian mendalam dan dialog yang lebih intensif dengan pelaku usaha hiburan guna mencari solusi terbaik yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kelangsungan usaha para pengusaha hiburan.

"Suara para pelaku usaha hiburan perlu didengar dengan baik dalam proses pengambilan keputusan ini. Sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih memperhitungkan berbagai aspek dan kepentingan yang ada," ujarnya melalui rilisnya, Minggu (21/1/2024).

Ketua DPR RI ke-20 itu pun menjelaskan dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) pasal 58 ayat 2, menyebutkan bahwa khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini pun menyimpulkan bahwa kenaikan tersebut kemudian akan memunculkan sejumlah kontroversi dari para pelaku usaha hiburan.

"Kenaikan pajak sebesar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif. Seperti peningkatan harga tiket masuk, penurunan daya beli masyarakat, dan bahkan berdampak pada kelangsungan usaha para pelaku industri hiburan," imbuhnya.

Apalagi, dibanding negara lain pajak hiburan di Indonesia tergolong tinggi. Dicontohkan, Thailand menerapkan pajak hiburan hanya 5% demi menarik wisatawan.

Merujuk pada The Economic Times, pemerintahan Thailand melakukan pemotongan pajak minuman beralkohol dan tempat hiburan untuk meningkatkan pariwisata di negara tersebut.

Langkah-langkah yang disetujui termasuk memotong pajak atas anggur dari 10% menjadi 5% dan menghilangkan pajak atas minuman beralkohol yang sebelumnya sebesar 10%. Selain itu, pajak cukai tempat hiburan akan dikurangi setengahnya, dari 10% menjadi 5%.

Kini Thailand, kata Bamsoet merupakan negara Asean yang paling ramai akan wisatawan mancanegara. Sedangkan, pajak hiburan Indonesia yang melonjak tinggi ke tingkat minimum 40% merupakan posisi teratas dibandingkan Singapura sebesar 15%, Malaysia yang berada di angka 10%, dan Amerika Serikat (Chicago) di angka 9%. 

“Dikhawatirkan tingginya pajak hiburan di Indonesia, bisa membuat daya tarik Indonesia menurun dibandingkan negara-negara tetangga," pungkas Bamsoet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper