Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) mencatat posisi kelebihan pasok atau oversupply listrik sistem Jawa-Bali berada di level 4 gigawatt (GW) akhir 2023. Posisi itu telah turun signifikan dari catatan akhir 2022 lalu yang berada di angka 7 GW.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P. Hutajulu mengatakan kementeriannya masih memundurkan sejumlah rencana commercial operation date (COD) pembangkit untuk mengurangi beban take or pay (ToP) yang mesti ditanggung PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
“Beberapa pembangkit pada dua sampai tiga tahun diupayakan agak mundur COD-nya supaya tidak tertumpuk take or pay-nya,” kata Jisman saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Jisman menuturkan oversupply itu buntut dari asumsi pertumbuhan ekonomi makro yang belakangan meleset dalam megaproyek 35.000 MW atau 35 gigawatt (GW).
Saat program 35 GW diinisiasi, kata Jisman, asumsi pertumbuhan makro yang dipakai berada di rentang 7% sampai dengan 8%.
Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi nasional selama 10 tahun terakhir selalu berada di bawah 6%, terpaut jauh dari asumsi yang digunakan dalam program 35 GW.
Baca Juga
“Nah sekarang ini pertumbuhan listrik sudah di angka 5% sampai 6% sehingga yang overkapasitas ini bisa teratasi di 2 sampai 3 tahun ke depan,” kata dia.
Di sisi lain, dia mengatakan, kementeriannya belakangan mendorong PLN untuk menjalankan beberapa perjanjian jual beli listrik atau PPA yang belum jalan-jalan dengan pengembang swasta.
“Kita dorong pembangunan pembangkit untuk meng-cover pertumbuhan dan permintaan yang baru, terutama ada smelter besar-besaran di Sulawesi dan Jawa juga,” kata dia.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mewanti-wanti status siaga dan defisit dalam sistem kelistrikan nasional menyusul masih rendahnya realisasi pembangunan pembangkit listrik dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Perhitungan terhadap daya mampu netto (DMN) berdasarkan RUPTL 2021-2030 per Agustus 2022 menunjukkan dari 12 sistem kelistrikan yang tersebar di Indonesia hanya sistem Jawa Bali yang memiliki cadangan di atas standar berkisar antara 35% sampai dengan 52%.
Sementara itu, sistem lainnya dalam kondisi siaga dan berpotensi defisit apabila proyek penambahan pembangkit RUPTL terus menerus mengalami keterlambatan commercial operation date (COD).
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, realisasi pembangunan pembangkit listrik dalam RUPTL dari 2011 sampai dengan Agustus 2022 rata-rata hanya mencapai 46,13%.
Perhitungan dengan mempergunakan daya mampu pasok (DMP) menunjukkan mayoritas sistem tenaga listrik berada dalam kondisi siaga dan defisit. Hitung-hitungan badan audit menunjukkan sistem kelistrikan Jawa Bali diprediksi akan mengalami kondisi siaga mulai 2028 mendatang.
Proyeksi tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Kinerja Pengelolaan Batu Bara, Gas Bumi dan Energi Terbarukan dalam Pengembangan Sektor Ketenagalistrikan untuk Menjamin Ketersediaan, Keterjangkauan dan Keberlanjutan Energi Tahun Anggaran 2020 Sampai Dengan Semester I 2022 Pada Kementerian ESDM Nomor 9/LHP/XVII/05/2023 tanggal 9 Mei 2023.