Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Heru Sutadi

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Komisioner BRTI 2006-2012

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Lanskap E-Commerce Pascakonsolidasi TikTok & Tokopedia

Menyikapi fenomena e-commerce saat ini, inovasi mesti ditempuh e-commerce guna menjawab perubahan karakter pembeli dan pembaharuan teknologi informasi
ilustrasi jual barang preloved lewat e-commerce/Freepik.com
ilustrasi jual barang preloved lewat e-commerce/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa tahun sebelum kehadiran TikTok Shop Indonesia, dunia e-commerce Tanah Air memang tengah bertumbuh. Apalagi sejak Maret 2020, Indonesia dan dunia sempat dilanda pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat beraktivitas online.

Saat itu, e-commerce mulai dari Tokopedia (berdiri 2009), Bukalapak (2010), Blibli (2011), Lazada (2012), hingga Shopee (2015) terus memanfaatkan momentum tingginya keinginan masyarakat berbelanja online guna menghindari pandemi tersebut.

Tingginya minat ini tecermin dari data Bank Indonesia (BI) yang mencatat nilai transaksi e-commerce 2021 menembus Rp401 triliun. Pada 2022 angkanya naik 19% menjadi Rp476,3 triliun, sangat besar untuk ukuran negara berkembang, pasar yang tak bisa dielakkan begitu saja oleh para pelaku e-commerce mana pun.

Jika ditarik ke belakang, sebelum nama-nama besar seperti Tokopedia hingga Shopee, sudah ada para pendahulu yang bisa dibilang menjadi pionir e-commerce. Di era 1999, lahir Forum KASKUS, dan Bhineka.com. Lalu muncul Tokobagus di 2005, yang kini bertransformasi menjadi OLX.

Banyaknya e-commerce bak jamur di musim hujan ini mendorong pemerintah membuat regulasi UU No. 7/2014 tentang Perdagangan, yang diturunkan lagi lewat PP No. 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Masyarakat pun makin akrab memanfaatkan fitur e-commerce yang terus bersaing ketat di bawah naungan beleid itu.

TIDAK BAIK-BAIK SAJA

Meski punya potensi sangat besar, faktanya perjalanan e-commerce Indonesia selalu mulus. Beberapa di antaranya terpaksa mengibarkan bendera putih dan melakukan PHK—sesuatu yang sangat disayangkan. Di November 2022, GoTo yang menaungi Tokopedia mulai melakukan PHK, dan di awal tahun baru 2024 Lazada pun dikabarkan akan melakukan PHK.

JDID tutup per 31 Maret 2023 setelah beroperasi November 2015. Blanja.com, milik Grup Telkom dan e-Bay, tutup 1 September 2020, lalu Elevenia juga tutup per 1 Desember 2022 setelah ber­operasi 9 tahun.

Menyikapi fenomena e-commerce saat ini, inovasi mesti ditempuh e-commerce guna menjawab perubahan karakter pembeli dan pembaharuan teknologi informasi yang tak pernah berhenti.

Salah satu wujud inovasi itu adalah tren belanja langsung via aplikasi (live shopping) yang ditawarkan TikTok Shop.

Maka hadirnya kembali TikTok Shop Indonesia sejak 12 Desember 2023 dengan menggandeng Tokopedia bisa jadi merupakan game changer yang mungkin bisa membawa wajah baru di lanskap e-commerce Indonesia, lantaran mereka berhasil berinovasi via konten video pendek dan fitur live shopping yang dimanfaatkan lebih dari 6 juta pebisnis lokal dan hampir 7 juta kreator affiliate.

Ketika TikTok Shop menghentikan operasi per 4 Oktober 2023 menyusul terbitnya Permendag No. 31/2023, para pengguna termasuk UMKM pun berdampak karena telah memanfaatkan layanan sejak pertama kali hadir di April 2021.

Diharapkan, hadirnya kembali TikTok bekerja sama dengan Tokopedia pun menjadi katalis positif yang memang dibutuhkan sektor ini mengingat pertumbuhan e-commerce melambat.

Tahun ini, BI disebut memangkas perkiraan nilai transaksi e-commerce menjadi Rp474 triliun, turun dari estimasi awal 2023 Rp533 triliun dan turun 0,48% dari realisasi 2022 Rp476,3 triliun.

ARAH E-COMMERCE

Apa yang dilakukan TikTok-Tokopedia memicu per­ubahan lanskap persaing­an e-commerce nasional ke depan. Persaingan antara Shopee dengan Tokopedia-TikTok bakal makin sengit, sementara Lazada, Blibli, apalagi Bukalapak punya pekerjaan rumah mengejar para kompetitor yang didukung ekosistem yang besar dan modal kuat.

Namun, yang wajib sama-sama dilakukan semua e-commerce dalam persaingan yang sehat ini adalah: bagaimana membuat transaksi lintas negara (cross border selling) tidak membunuh UMKM, mencegah predatory pricing (jual rugi di bawah harga pasar), dan bagaimana menempatkan produk lokal menjadi jawara di negeri sendiri.

Inovasi melalui live shopping tak bisa dibendung, yang perlu dilakukan pemerintah dan sudah tepat adalah membuat regulasi: Permendag 31/2023, yang memisahkan marketplace (boleh transaksi) dan social commerce (hanya etalase, tak boleh transaksi).

Waktu uji coba yang diberikan Kemendag selama 3—4 bulan hingga April mendatang untuk sinergi sistem, mungkin masih bisa dibilang wajar lantaran skala dan kompleksitas integrasi sistem keduanya membutuhkan waktu.

Di sektor telekomunikasi, integrasi bisa memakan waktu hingga setahun lebih, bahkan sinergi data pemerintahan yakni Indonesia Satu Data, butuh bertahun-tahun. Dengan begitu, tinggal bagaimana TikTok-Tokopedia memenuhi ketentuan 4 bulan itu agar mematuhi regulasi. Kepatuhan tak hanya soal sistem backend yang mesti terpisah di belakang layar, tapi juga harus dipastikan pertukaran data TikTok dan Tokopedia harus sesuai dengan UU Perlindungan Data Pribadi yang mengutamakan persetujuan pengguna.

Pemerintah dan publik harus terus mengawal kolaborasi ini, apalagi mereka berkomitmen tinggi mendorong UMKM Indonesia agar go digital, kuat dan tumbuh berkelanjutan. Harus juga tetap disorot komitmen mereka memajukan produk lokal, bukan mengekspor produk luar masuk ke Indonesia dan menghapus praktik jual rugi yang selama ini sarat terjadi di sektor ini.

Jangan lupa, pemerintahan Presiden Joko Widodo masih punya pekerjaan rumah besar buat UMKM. Target 30 juta UMKM onboarding digital mesti tercapai di 2024. Di Oktober 2022, ada 20,2 juta UMKM onboarding digital, artinya 67% dari target. Jadi, selayaknya pemerintah dan para pemangku kepentingan bisa mendukung apa pun langkah strategis dan positif demi kemajuan ekonomi nasional dan kemajuan UMKM. TikTok-Tokopedia bisa dibilang menjadi salah satu katalis positif untuk mencapai target itu. Semoga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Heru Sutadi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper