Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI: Ketidakpastian Global Mulai Mereda, Tapi..

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan ketidakpastian global mulai mereda. Namun, masih proyeksi eknonomi 2024 melambat.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo./Bisnis - Annasa
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo./Bisnis - Annasa

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global mulai mereda. Meski ada beberapa catatan yang mengiringinya. 

Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 sebesar 3% dan melambat menjadi 2,8% pada 2024. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tahun 2023 lebih baik dari prakiraan awal ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspansi pemerintah.

Sementara itu, ekonomi China melemah seiring dengan konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh terbatas. Inflasi di negara maju, termasuk di AS, dalam kecenderungan menurun tetapi tingkatnya masih di atas sasaran.

Suku bunga kebijakan moneter, termasuk suku bunga The Fed atau Fed Funds Rate (FFR), diprakirakan  telah mencapai puncaknya namun masih akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama atau higher for longer.

“Perekonomian dunia melambat, dengan ketidakpastian pasar keuangan mulai mereda,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG BI), Kamis (21/12/2023). 

Dia mengatakan sejalan dengan suku bunga, tingkat imbal hasil atau yield obligasi negara maju termasuk US Treasury cenderung menurun, meski masih tinggi.

“Kejelasan arah kebijakan moneter mendorong meredanya ketidakpastian pasar keuangan,” jelas Perry. 

Karena kondisi tersebut, dia mengatakan bahwa aliran modal sejauh ini telah kembali masuk dan menurunkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging markets, termasuk Indonesia.

Di sisi lain, Perry mengingatkan masih ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai, yang dapat kembali meningkatkan ketidakpastian ekonomi dunia.

Sejumlah risiko tersebut, diantaranya berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumah negara termasuk, China, serta masih tingginya suku bunga kebijakan moneter dan yield obligasi negara maju.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper