Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan pemberian pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB), sebagai salah satu dukungan kepada wajib pajak yang mengalami kesulitan melunasi kewajiban PBB.
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 129/2023 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah diundangkan pada 30 November 2023.
PMK No. 129/2023 tersebut menggantikan aturan sebelumnya, PMK No. 82/2017 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti menyampaikan bahwa PMK No. 129/2023 berlaku 30 hari sejak tanggal diundangkan.
Aturan ini bertujuan menyempurnakan tata kelola administrasi serta lebih memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan pelayanan dalam pemberian pengurangan PBB.
“Penyempurnaan yang dilakukan meliputi penyesuaian objek pajak yang dapat diberikan pengurangan PBB, penambahan saluran elektronik dalam pengajuan dan penyelesaian permohonan, dan pengaturan terkait pemberian pengurangan PBB secara jabatan,” katanya melalui keterangan resmi, dikutip Senin (18/12/2023).
Baca Juga
Dwi mengatakan pengurangan PBB ini ditujukan kepada wajib pajak (WP) yang kesulitan dalam melunasi kewajiban PBB karena objek pajak yang dimiliki WP terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
WP yang kesulitan melakukan pelunasan yang dimaksud adalah WP yang mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas dalam 2 tahun berturut-turut.
Beleid terbaru ini memberikan penjelasan yang lebih memadai mengenai kerugian komersial dan kesulitan likuiditas sehingga lebih memberikan kepastian hukum dalam pemberian pengurangan PBB.
PMK No. 129/2023 pun kata Dwi memberikan kemudahan bagi WP karena WP yang memiliki tunggakan PBB diberikan kesempatan untuk mengajukan pengurangan PBB.
Meski bertujuan mengakomodasi kesulitan WP, Dwi menyampaikan PMK ini disusun secara lebih tepat sasaran serta tetap mendorong partisipasi WP dalam mendukung penerimaan pajak.
Adapun, PBB yang dimaksud dalam peraturan ini adalah PBB P5L, yaitu PBB selain PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Pengelolaan atas PBB-P2 dilakukan oleh pemerintah daerah.
“Dengan telah diterbitkannya PMK ini, peraturan sebelumnya yakni PMK-82 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” kata Dwi.
Berikut detail pengurangan PBB yang disempurnakan dalam PMK No. 129/2023
PMK No. 82/2017 |
PMK No. 129/2023 |
|
Objek Pengurangan |
1. Pengurangan PBB dapat diberikan kepada WP: a. karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak; atau b. dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. 2. Kondisi tertentu dalam huruf a disebabkan oleh kerugian komersial dan kesulitan likuiditas pada akhir tahun buku bagi WP Pembukuan atau tahun kalender bagi WP pencatatan sebelum tahun pengajuan permohonan. 3. Kerugian komersial dimaksud adalah kerugian komersial dalam laporan keuangan atau pencatatan yang dilampirkan pada SPT Tahunan. 4. Kesulitan likuiditas dimaksud adalah kondisi ketidakmampuan WP membayar utang jangka pendek dengan kas yang diperoleh dari kegiatan usaha. 5. Pengurangan PBB untuk kondisi tertentu atas PBB yang tercantum dalam SPPT, SKP PBB, dan/atau STP PBB yang diterbitkan atas dasar surat keputusan keberatan dapat diberikan paling tinggi 75%. 6. Pengurangan PBB untuk bencana alam atau sebab lain yang luar biasa atas PBB yang tercantum dalam SPPT, SKP PBB, dan/atau STP PBB dapat diberikan paling tinggi 100%. 7. Jangka waktu pengajuan untuk kondisi tertentu: 3 (tiga) bulan sejak diterima SPPT, 1 (satu) bulan sejak diterima SKP PBB, 1 (satu) bulan sejak STP diterima, atau 1 (satu) bulan sejak SK Pembetulan atas SPPT/SKP PBB diterima. 8. Jangka waktu pengajuan untuk bencana alam atau sebab lain yang luar biasa: paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. 9. Syarat pengajuan: a. 1 permohonan untuk 1 SPPT/SKP/STP PBB: b. diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia; c. ditandatangani WP; dan d. tidak memiliki tunggakan PBB atas objek pengurangan kecuali yang disebabkan oleh bencana alam dan sebab lain yang luar biasa. |
1. Pengurangan PBB dapat diberikan kepada WP: a. karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak; atau b. dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. 2. Kondisi tertentu dalam huruf a disebabkan oleh kerugian komersial dan kesulitan likuiditas selama 2 (dua) tahun berturut-turut. 3. Kerugian komersial dimaksud adalah kondisi ketidakmampuan wajib pajak untuk menghasilkan laba operasi bersih karena jumlah beban operasi melebihi jumlah laba kotor. 4. Kesulitan likuiditas dimaksud adalah kondisi ketidakmampuan wajib pajak dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar. 5. Pengurangan PBB untuk kondisi tertentu atas PBB yang masih harus dibayar dalam SPPT atau SKP PBB dapat diberikan paling tinggi 75%. 6. Pengurangan PBB untuk bencana alam atau sebab lain yang luar biasa atas PBB yang tercantum dalam SPPT, SKP PBB, atau STP PBB dapat diberikan paling tinggi 100%. 7. Jangka waktu pengajuan untuk kondisi tertentu: 3 (tiga) bulan sejak diterima SPPT, 1 (satu) bulan sejak diterima SKP PBB, atau 1 (satu) bulan sejak SK Pembetulan atas SPPT/SKP PBB diterima. 8. Jangka waktu pengajuan untuk bencana alam atau sebab lain yang luar biasa: diajukan pada tahun terjadinya bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. 9. Syarat pengajuan: a. 1 permohonan untuk 1 SPPT/SKP/STP PBB; b. diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia; c. ditandatangani wajib pajak; dan d. dilampiri dokumen pendukung. |
Saluran Penyampaian Permohonan |
a. Langsung; b. Melalui pos; atau c. Jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. |
a. Langsung; b. Melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau c. Secara elektronik. |
Pencabutan atas Permohonan |
Tidak diatur |
WP dapat mengajukan permohonan pencabutan atas permohonan pengurangan PBB sepanjang SK Pemberian Pengurangan PBB belum diterbitkan. |
Pemberian Pengurangan PBB Secara Jabatan |
Tidak diatur |
a. Pengurangan PBB secara jabatan hanya diberikan kepada WP dalam hal objek PBB terkena bencana alam paling tinggi 100%, sepanjang terdapat penetapan status bencana alam oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. b. Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan pemberian pengurangan PBB kepada Kepala Kanwil DJP melalui delegasi untuk meneliti dan memberikan keputusan pengurangan PBB secara jabatan. |
Sumber: PMK No. 129/2023