Bisnis.com, JAKARTA- Penurunan volume impor besi dan baja menjadi sentimen negatif bagi industri hingga menyebabkan penurunan tingkat utilitas produksi dalam negeri. Sebab, sebagian bahan baku besi dan baja belum dapat diproduksi di RI.
The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) mengaku kebijakan pengendalian impor disebut menjadi angin segar bagi pelaku usaha. Adapun, aturan impor kini dibatasi melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 110/2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.
Lewat kebijakan tersebut, volume impor pada periode 2021-2022 meningkat yang berlanjut pada kuarta III/2023 dengan peningkatan sebesar 372.000 ton atau tumbuh sekitar 3,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022.
"Peningkatan volume ini cukup berarti bagi produsen baja nasional mengingat beberapa segmen produk masih memiliki tingkat utilisasi di bawah 60%," tulis manajemen IISIA, dikutip Senin (18/12/2023).
Di sisi lain, IISIA mewanti-wanti peningkatan produk impor yang justru terjadi pada segmen produk yang diproduksi oleh produsen baja nasional seperti Hot Rolled Coil (HRC), Plate, Pipe & Tube.
Adapun, bahan baku yang dibutuhkan oleh industri besi dan baja nasional yaitu Pig Iron dan Scrap, di mana keduanya pun mengalami peningkatan sebesar 296.000 ton.
Baca Juga
Sementara itu, impor turun pada produk Ferro Alloy, Cold Rolled Coil, Bar, Slab, Wire Rod, dan Billet.
"Hal ini semakin menunjukkan pentingnya penyelesaian Neraca Komoditas sehingga produk yang diimpor benar-benar produk yang tidak dapat diproduksi oleh produsen baja nasional," lanjutnya.
Sebelumnya, Chairman The Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) Purwono Widodo menyebutkan pihaknya justru melihat peluang dari kehadiran neraca komoditas yang dapat menjadi solusi pengendalian impor sehingga meningkatkan daya saing industri nasional.
Bagi industri besi dan baja, neraca komoditas menjadi angin segar untuk memenuhi kebutuhan substitusi impor berbagai jenis produk, tanpa membanjiri pasokan dalam negeri. Meskipun efek berganda dari kebijakan tersebut belum tampak.
"Harus kami cermati bersama, secara sistem itu sudah jadi, secara efektivitasnya kami lihat nanti, tetapi tujuannya sangat bagus, artinya dulu kan kami selalu ribut ya antara importir umum dan produsen, sekarang ditengahi, oke lah impor, tapi beberapa saja, jangan terus impor," ujarnya.