Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Stabil di Tengah Hasil Pertemuan OPEC+ yang 'Abu-abu'

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Januari 2024 melemah -0,17% atau -0,13 poin menjadi US$75,83 per barel.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak telah stabil setelah sempat merosot pada Kamis (30/11/2023) menyusul pertemuan OPEC+ yang menjanjikan pengurangan produksi lebih lanjut.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (1/12/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Januari 2024 melemah -0,17% atau -0,13 poin menjadi US$75,83 per barel pada pukul 14.03 WIB.  Sementara itu, harga minyak patokan Brent kontrak Februari 2024 melemah -0,35% atau -0,28 poin ke US$80,58 per barel. 

Harga minyak mentah WTI telah berada di sekitar US$76 per barel. Kemudian, harga minyak mentah Brent untuk kontrak Februari 2024 diperdagangkan mendekati US$81 per barel, setelah merosot 2,4% di sesi sebelumnya. 

Minyak mentah pada awalnya mengalami kenaikan pada Kamis (30/11) setelah OPEC+ mencapai kesepakatan awal mengenai pengurangan, dengan harapan akan membantu membendung surplus yang diantisipasi pada awal 2024. 

Namun, optimisme tersebut dengan cepat memudar karena rinciannya yang kurang, termasuk tidak adanya konferensi pers penutup dan komunike akhir yang membuat para pedagang kebingungan. 

Pendiri konsultan Vanda Insights, Vandana Hari, menuturkan bahwa hasil dari pertemuan OPEC+ adalah kekacauan yang membingungkan. 

"Ini semua masih merupakan pemangkasan sukarela, dan itulah salah satu alasan kekecewaannya," jelas Hari, dan menambahkan bahwa apakah tambahan 900.000 barel per hari (bph) dari pemangkasan tambahan ini akan dilakukan pada kuartal I/2024 masih harus dilihat. 

Minyak mentah sendiri akan mengakhiri minggu ini dengan datar menyusul ‘roller-coaster’ OPEC+, setelah mencatat penurunan dua bulan berturut-turut di tengah sinyal peningkatan pasokan dari non-OPEC+ dan prospek permintaan  yang lemah. 

Kekhawatiran tersebut kemudian diperkuat pada Kamis (30/11/2023) ketika AS melaporkan bahwa produksi minyak mentah di produsen terbesar di dunia tersebut mencapai rekor tertinggi sebesar 13,2 juta barel per hari pada September 2023. 

Sementara itu, Brasil yang berkontribusi pada peningkatan pasokan global, menuturkan akan bergabung dengan piagam kerja sama aliansi OPEC+ pada 2024, namun tidak akan mengambil bagian dalam pengurangan produksi untuk saat ini. 

Wakil presiden senior riset pasar minyak di Rystad Energy, Jorge Leon, menuturkan dalam catatannya bahwa hasil pertemuan tersebut dinilai sebagai kemenangan pahit bagi Arab Saudi. 

Menurutnya, hal tersebut karena Arab Saudi tidak mampu mendapatkan kesepakatan di seluruh kelompok, yang menjadi pertanda tidak baik bagi persatuan kelompok tersebut dan ketidakmampuannya untuk menyeimbangkan pasar. 

Hasil pertemuan tersebut juga dinilai sebagai kemenangan pahit bagi Arab Saudi, lantaran ketidakmampuannya untuk mendapatkan kesepakatan di seluruh kelompok.

Dia kemudian juga menuturkan bahwa kemungkinan akan ada defisit suplai sekitar 400.000 bph pada semester pertama dengan pemangkasan ini. Brent juga akan diperdagangkan antara US$80 dan US$85 per barel dalam beberapa bulan mendatang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper