Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dan Australia telah memasuki tahapan berikutnya dalam ekosistem kendaraan listrik (EV) dengan menandatangani Nota Kesepahaman mengenai pembentukan ‘Mekanisme’ Bilateral dalam Memajukan Kolaborasi Kendaraan Listrik antara kedua negara.
Nota kesepahaman tersebut ditandatangani pada Kamis (23/11/2023) sebagai bentuk tindak lanjut komitmen yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dalam Annual Leaders' Meeting, yakni untuk memajukan kerjasama dan kolaborasi dalam industri kendaraan listrik.
Dikutip dari keterangan resmi Kedutaan Besar Australia untuk RI pada Sabtu (25/11), berdasarkan pengaturan mekanisme tersebut, kedua negara bekerja sama dalam memetakan rantai pasokan kendaraan listrik, melakukan studi ilmiah dan penelitian bersama, serta membina hubungan bisnis-ke-bisnis yang baru.
Adapun, hal ini juga menyusul pengumuman Kemitraan Iklim dan Infrastruktur Australia-Indonesia senilai A$200 yang diluncurkan oleh para pemimpin pada 2022.
“Mekanisme ini juga membuka jalan untuk memanfaatkan studi ilmiah dan penelitian bersama, termasuk seputar pemrosesan mineral penting dan pengembangan baterai, serta memfasilitasi kemitraan antar bisnis di kedua negara,” jelas Husic, yang menandatangani Nota Kesepahaman tersebut bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad Interim Erick Thohir.
Erick juga menuturkan bahwa dengan nota kesepahaman tersebut, ia berjanji mungkin dalam satu bulan kedepan dapat memiliki roadmap yang dapat diimplementasikan antara kedua negara.
Baca Juga
“Sehingga, ini bukan hanya seremonial, tetapi sesuatu yang real untuk kemajuan persahabatan kedua negara,” jelasnya.
Kolaborasi Keunggulan Kedua Negara
Husic, ketika ditemui di rumah kediaman Duta Besar Australia di Jakarta pada Juli 2023, menuturkan bahwa Australia memiliki banyak lithium dan Indonesia memiliki banyak nikel.
Erick dalam penandatanganan nota kesepahaman tersebut juga menuturkan bahwa kedua negara memiliki sumber daya alam yang dapat disinergikan.
5 Negara dengan Produksi Nikel dan Lithium Terbesar pada 2022:
Negara |
Produksi Lithium |
Australia |
61.000 |
Chile |
39.000 |
China |
19.000 |
Argentina |
6.200 |
Brazil |
2.200 |
Negara |
Produksi Nikel |
Indonesia |
1,600,000 |
Filipina |
330,000 |
Rusia |
220,000 |
Kaledonia Baru |
190,000 |
Australia |
160,000 |
Sumber: US Geological Survey (USGS), Mineral Commodity Summaries, Januari 2023
Adapun, dengan sumber daya tersebut, Husic mengungkapkan bahwa kedua negara dapat bekerja sama dan memiliki sumber daya. Ketika Husic ditanya mengenai rincian kerjasama kedua negara sebelum penandatanganan nota kesepahaman, menurutnya kuncinya adalah memberikan nilai tambah.
“Kuncinya sekarang adalah memberi nilai tambah, bukan hanya mengirimkan sumber daya. Bagaimana kita mengubahnya menjadi sesuatu yang menghasilkan lebih banyak, jelas dalam hal ini, baterai,” terang Husic.
Bahkan, menurutnya, hal ini baik dalam pekerjaan yakni peluang manufaktur di Indonesia dan memberikan Indonesia platform ekspor yang hebat.
Husic kemudian juga menuturkan bahwa banyak bagian dari rantai nilai (value chain) baterai yang harus bergantung pada negara lain, sehingga konsentrasi rantai pasokan menjadi tantangan.
“Jadi bagaimana kita bisa bekerja sama Indonesia-Australia di sisi valuasi. Inilah yang sedang kita bicarakan. Secara khusus, saya pikir tantangan langsung seputar pemrosesan,” ungkapnya.
Pada kunjungannya di Juni 2023, Husic bertemu dengan beberapa perusahaan Australia di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa perusahaan Australia di Indonesia juga melakukan breaking barriers atau membongkar hambatan untuk pendekatan pemrosesan baru yang sangat penting.
Kemudian, dalam pengumuman Kamis lalu (23/11) ia menuturkan bahwa pengumuman pada hari tersebut menjadi sangat menarik dengan Australia dan Indonesia yang menyadari potensi luar biasa dari kendaraan listrik dan manufaktur baterai.
“Dengan berkolaborasi dalam menumbuhkan rantai pasokan energi bersih yang kuat dan beragam, kedua negara dapat memajukan kepentingan ekonomi bersama serta hubungan perdagangan dan investasi,” terang Husic.
Dalam wawancara bersama Bisnis, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams, menuturkan bahwa kolaborasi Indonesia dan AS merupakan kesempatan yang fantastis. Australia juga tertarik dengan hilirisasi di negara manapun yang memiliki akses ke bahan mentah seperti yang dimiliki Indonesia.
“Tapi saya tahu, kita perlu melihat peluang kerja sama secara strategis di mana bidang-bidang tertentu untuk menyatukan industri kita, itulah sebabnya dalam kunjungan Menteri Perindustrian dan Ilmu Pengetahuan Australia, banyak pihak swasta yang berkepentingan di kedua belah pihak yang turut hadir,” terangnya ketika ditemui di rumah kediaman Duta Besar Australia di Jakarta pada Agustus 2023 lalu.
Penny juga mengungkapkan bahwa sangat menarik bahwa Indonesia benar-benar fokus pada kendaraan listrik.
Soal Cadangan Nikel Indonesia yang Akan Habis
Sebelumnya, terdapat laporan dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia bahwa cadangan bijih nikel bermutu tinggi di Indonesia mungkin akan habis dalam waktu sekitar 6 tahun.
Bijih nikel Indonesia yang memiliki kadar tinggi sebesar 1,7% terutama digunakan untuk produksi nickel pig iron (NPI), yakni bahan baku baja tahan karat berisiko mengalami kekurangan bahan.
Adapun, bijih nikel yang digunakan untuk membuat produk baterai kendaraan listrik adalah yang berkadar rendah.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno juga menepis anggapan mengenai cadangan nikel Indonesia yang menipis.
Menurutnya, cadangan nikel Indonesia masih berada di angka 5 miliar ton dan terbagi menjadi dua jenis, yakni nikel kadar tinggi (saprolit) sebanyak 3,5 miliar ton dan nikel kadar rendah (limonit) sebanyak 1,5 miliar ton.
“Jadi secara itu masih aman lah [cadangan nikel],” kata Tri Winarno saat ditemui di kompleks parlemen Senayan, Senin (6/11/2023).