Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah membahas penerapan tarif dinamis (dynamic pricing) untuk LRT Jabodebek.
Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, menuturkan, kajian tarif dinamis LRT Jabodebek salah satunya akan mencermati tren trafik penumpang pada jam sibuk (peak hour) dan jam non sibuk (off peak hours).
Dia menuturkan, mengacu pada tren pergerakan penumpang LRT Jabodebek saat ini, jam sibuk moda transportasi ini adalah pada pagi dan sore ketika masyarakat berangkat dan pulang kerja.
“Kita akan pantau juga perilaku transportasi masyarakat agar bisa disesuaikan dengan skema tarif yang paling tepat. Sementara ini kami lihat yang paling tepat itu dynamic pricing,” kata Adita di Kantor Kemenhub, Jakarta, dikutip Selasa (14/11/2023).
Adita belum dapat memastikan apakah skema tarif dinamis akan diberlakukan mulai akhir tahun ini. Dia mengatakan, keputusan tersebut bergantung pada hasil kajian yang saat ini tengah dilakukan Kemenhub.
“Apakah bisa akhir tahun itu bergantung ke hasil evaluasi kita terhadap penggunaan (LRT Jabodebek) oleh masyarakat,” jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, menjelaskan, penerapan tarif dinamis yang direncanakan oleh Kemenhub sebenarnya sama dengan kebijakan tarif jalan tol di luar negeri. Secara umum, pemberlakuan tarif dinamis akan membuat ongkos LRT lebih murah saat kepadatan penumpang LRT tinggi.
Sebaliknya, jika tingkat okupansi tidak penuh, maka tarif yang akan dibayarkan oleh penumpang akan lebih mahal karena mempertimbangkan faktor kenyamanan.
Menurut Deddy, kebijakan dynamic pricing untuk LRT Jabodebek akan lebih adil dibandingkan dengan skema tarif saat ini. Dia mengatakan, ketika okupansi LRT tinggi, maka tarif akan lebih murah karena biaya produksi LRT Jabodebek dapat ditanggung secara massal.
“Kemudian, saat tingkat okupansi sepi, maka tarif yang lebih mahal akan digunakan untuk menanggung biaya produksi yang sama ketika okupansi penumpang ramai,” jelas Deddy.