Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Perlu Hati-hati Tambah Saham di Freeport, Ada Beban Investasi Smelter

Pemerintah dinilai perlu berhati-hati menambah kepemilikan saham di Freeport Indonesia menjadi 61% seiring dengan adanya risiko investasi smelter dan lainnya.
Aktivitas di tambang Freeport, Papua./Bloomberg-Dadang Tri
Aktivitas di tambang Freeport, Papua./Bloomberg-Dadang Tri

Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dan mengkaji ulang rencana penambahan kepemilikan saham sebesar 10% di PT Freeport Indonesia (PTFI).

Ekonom Indef Abra Talattov menilai sebelum menambah porsi kepemilikan, pemerintah perlu mengevaluasi kembali dampak dari pengambilalihan mayoritas saham Freeport pada 2018. Salah satu yang perlu dikaji pasca-kepemilikan Indonesia naik menjadi 51% adalah realisasi penerimaan dividen masih belum sesuai target.

“Dulu kan targetnya itu bisa mencapai per tahun di atas US$1 miliar, tapi kan realisasinya pascapengambilalihan itu kan masih jauh dari target. Contohnya, di tahun 2022 lalu, penerimaan devidennya itu hanya sekitar US$838 juta, jauh dari target US$1 miliar,” kata Abra saat dihubungi Bisnis, Selasa (14/11/2023).

Abra menyampaikan bahwa hal itu harus terus dievaluasi pemerintah. Sebab, untuk menambah kembali kepemilikan saham PTFI, harus mengeluarkan kembali biaya investasi yang besar.

Selain itu, Abra juga meminta pemerintah untuk memperhatikan tren kenaikan suku bunga. Sebab, tren ini berpotensi semakin meningkatkan biaya investasi.

Di sisi lain, Abra pun mengingatkan pemerintah terkait dengan investasi pembangunan smelter tembaga PTFI. Abra menyebut. Indonesia sebagai pemegang saham terbesar akan mengeluarkan lebih banyak investasi untuk pembangunan fasilitas pemurnian konsentrat tembaga tersebut.

Adapun, saat ini PTFI tengah membangun smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur sebagai komitmen kesepakatan perpanjangan IUPK 2018. Progres smelter dengan nilai investasi US$3 miliar ini dilaporkan telah mencapai sekitar 84% per Oktober 2023. 

“Nanti pembangunan smelter juga ada risiko penambahan porsi biaya yang harus dikeluarkan oleh pemegang saham dalam hal ini PT Inalum,” ujarnya.

Dengan adanya berbagai risiko tersebut, Abra menyebut bahwa pemerintah perlu menyiapkan beberapa hal, seperti biaya untuk akuisisi saham dan menyiapkan biaya untuk program pembangunan smelter.

“Jadi pemerintah harus tegas untuk kebijakan tadi, jangan terburu-buru penambahan saham tadi. Apalagi, ada insentif saat perpanjangan IUPK-nya, nah, itu akan jadi blunder buat kita,” ucap Abra.

Adapun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sinyal akan memperpanjang kontrak Freeport hingga 20 tahun selepas berakhirnya izin usaha pertambangan khusus (IUPK) di tambang Grasberg, Papua pada 2041.

Hal itu Jokowi sampaikan saat menerima Chairman and Chief Executive Officer Freeport-McMoRan Inc. (FCX) Richard Adkerson di Hotel Waldorf Astoria, Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (14/11/2023).

Seiring dengan restu perpanjangan kontrak tersebut, pihak Indonesia akan menambah kepemilikan sahamnya di PTFI sebesar 10% sehingga total saham RI naik menjadi 61%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper