Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Main PLTS Atap Belum Jelas, Pengusaha Minta Pemerintah Segera Terbitkan Revisi Permen

Pelaku industri panel surya belum memiliki kepastian aturan main yang jelas ihwal aturan investasi serta pengembangan panel surya di dalam negeri
PLTS atap terpasang di sebuah gedung di Denpasar, Bali./Bisnis-Feri Kristianto
PLTS atap terpasang di sebuah gedung di Denpasar, Bali./Bisnis-Feri Kristianto

Bisnis.com, JAKARTA — Sebagian pelaku usaha menilai pemerintah perlu mempercepat finalisasi revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26/2021 tentang PLTS Atap di tengah stagnannya investasi serta kapasitas terpasang setrum dari panel surya selama 1 dekade terakhir. 

Chief Commercial Officer SUN Energy Dion Jefferson mengatakan saat ini pelaku industri panel surya belum memiliki kepastian aturan main yang jelas ihwal aturan investasi serta pengembangan panel surya di dalam negeri lantaran revisi beleid yang berlarut-larut. 

“Segera memfinalisasi revisi Permen 26/2021 dan diimplementasikan saja. Supaya pelaku industri dan pelanggan mendapat kepastian aturan main PLTS di Indonesia,” kata Dion saat dihubungi, Minggu (12/11/2023). 

Selain itu, Dion menambahkan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN perlu mempercepat proses lelang proyek-proyek transisi energi seperti Hijaunesia 2023 dan program dedieselisasi yang belum juga selesai hingga akhir tahun ini. 

Menurut dia, molornya lelang dari dua program inisiatif PLN itu turut menjadi faktor stagnannya upaya peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di dalam sistem kelistrikan nasional saat ini. 

“Kelihatannya memang sinkronisasi atau harmonisasi ESDM dan PLN sepanjang 2022-2023 ini menjadi salah satu penyebabnya,” kata dia. 

Seperti diketahui, kapasitas terpasang panel surya di Indonesia hingga akhir 2022 baru berada di level 0,3 gigawatt (GW). Kapasitas setrum panel surya itu terpaut jauh dari torehan Thailand dan Vietnam, masing-masing mencatatkan kapasitas 3,1 GW dan 18,5 GW. 

Indonesia juga masih tertinggal dari Malaysia, Filipina dan Kamboja yang masing-masing mencatatkan kapasitas terpasang 1,9 GW, 1,6 GW dan 0,5 GW per 2022 lalu. 

Lewat RUPTL yang berakhir 2030, PLN menargetkan realisasi terpasang panel surya dapat menyentuh di angka 5 GW nantinya. 

Konsultan manajemen multinasional McKinsey and Company memproyeksikan PLN mesti memasukkan sekitar 0,7 GW listrik dari panel surya ke dalam sistem setiap tahunnya untuk mencapai target penyediaan listrik tersebut. 

Ketua Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (Apamsi), Linus Andor Mulana Sijabat menilai PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN masih belum komit untuk meningkatkan kapasitas terpasang panel surya dalam sistem kelistrikan nasional. 

Linus berpendapat kapasitas terpasang panel surya nasional tidak banyak bergeser dari posisi 2012 lalu. Apalagi, kata Linus, belakangan PLN dihadapkan pada situasi kelebihan pasokan listrik atau oversupply dari program 35.000 megawatt (MW) pembangkit batu bara dan gas. 

“PLN williningness-nya kurang, alasannya banyak itu kan karena oversupply lah, segala macam,” kata Linus saat dikonfirmasi, Minggu (12/11/2023). 

Di sisi lain, Linus mengatakan, PLN mestinya membuka kuota listrik panel surya dari konsumen residensial atau rumah tangga untuk mengakselerasi kapasitas terpasang yang jalan di tempat saat ini.

Menurut dia, akses yang lebih leluasa untuk pengembangan panel surya residensial akan ikut mengerek investasi serta kapasitas terpasang ke dalam sistem PLN nantinya. 

“Kenapa sih ga langsung saja buka kuota ke rooftop, buka kuota rooftop ke masyarakat kan masyarakat bisa ramai-ramai pasang,” kata dia. 

Diberitakan sebelumnya, Sekretariat Kabinet (Seskab) mengembalikan rancangan revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26/2021 tentang PLTS Atap.  

Seskab meminta Kementerian ESDM untuk menghitung ulang dampak penerapan beleid itu untuk keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.  

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan sekretariat presiden meminta adanya kajian ulang dari sisi dampak terhadap keuangan PLN hingga beban subsidi yang kemungkinan timbul dari beleid PLTS Atap tersebut.  

“Terutama dari sisi dampak terhadap PLN, pengurangan penerimaan, dampaknya nanti kalau ada penambahan subsidi,” kata Dadan saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/10/2023).

Kendati demikian, Dadan memastikan, hal itu tidak bakal menghambat lini waktu penyelesaian revisi aturan PLTS Atap saat ini.  

“Ini kan sudah dibahas dari sisi standar operasi prosedural, mekanisme aturan main sudah disepakati, hanya memastikan angka ini,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Thomas Mola

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper