Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan aturan baru yang memungkinkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN digunakan untuk menstabilisasi pasar Surat Berharga Negara (SBN) jika terjadi krisis di masa depan.
Beleid itu tertuang dalam UU No. 19/2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024.
Berdasarkan UU tersebut, disampaikan bahwa penggunaan SAL untuk menstabilisasi pasar SBN harus disetujui oleh DPR RI, dengan terlebih dahulu memperhitungkan kebutuhan anggaran hingga akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya.
“Dalam hal terjadi krisis pasar SBN domestik, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat diberikan kewenangan menggunakan SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN domestik setelah memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya,” bunyi Pasal 27 UU No. 19/2023, dikutip Bisnis pada Rabu (1/11/2023).
Pada pasal selanjutnya, dijelaskan bahwa persetujuan oleh DPR diberikan dalam waktu tidak lebih dari 1x24 jam setelah usulan disampaikan pemerintah kepada DPR.
Pada lampiran penjelasan UU No/19/2023, disebutkan juga yang dimaksud dengan krisis pasar SBN domestik adalah kondisi krisis pasar SBN berdasarkan indikator Protokol Manajemen Krisis (Crisis Management Protocol/CMP) pasar SBN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Baca Juga
Ini artinya, penggunaan dana SAL untuk melakukan stabilisasi pasar SBN dapat dilakukan jika kondisi pasar SBN telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada level krisis.
Krisis di pasar SBN tersebut dapat memicu krisis di pasar keuangan secara keseluruhan, mengingat sebagian besar lembaga keuangan memiliki SBN.
Situasi tersebut juga dapat memicu krisis fiskal, apabila pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan lembaga keuangan nasional. Stabilisasi pasar SBN domestik dilakukan melalui pembelian SBN di pasar sekunder oleh Menteri Keuangan.
Terkait aturan tersebut, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa definisi dari krisis dalam aturan tersebut perlu dipertegas.
“Perlu ada semacam guidance yang memberitahukan bahwa SAL kemudian bisa digunakan ketika kondisi tertentu itu sudah terpenuhi,” katanya kepada Bisnis.
Selain itu, Yusuf mengatakan bahwa perlu ada penegasan, karena sifatnya saldo anggaran lebih, jangan sampai pembiayaan krisis hanya digantungkan pada SAL ke depannya.
“Tidak boleh dilupakan bagaimana kemudian pembiayaan ataupun belanja pemerintah yang berkaitan langsung dengan krisis itu sendiri jangan sampai dengan adanya hal ini menjadikan semacam justifikasi bahwa pembiayaan krisis itu hanya digantungkan melalui saldo anggaran lebih yang muncul di tahun berjalan tertentu pada APBN,” kata dia.