Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Keluhkan Aturan Neraca Komoditas Hambat Impor, Ini Respons Kemenperin

Kemenperin merespons keluhan pelaku usaha importir atas pemberlakuan Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merespons keluhan pelaku usaha importir atas pemberlakuan Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK yang dinilai menghambat impor bahan baku/penolong. 

Neraca komoditas merupakan kurasi data pasokan dan kebutuhan barang impor yang digunakan untuk menyeimbangkan volume dan waktu sehingga aktivitas importasi sesuai dengan kebutuhan domestik. 

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan & Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Eko S. A Cahyanto mengatakan neraca komoditas justru akan memberikan sinkronisasi antara pasokan dan kebutuhan pasar, sehingga meminimalisir 'banjir' produk asing di dalam negeri. 

"Kendala itu ada di masing-masing sektornya, karena setiap sektor itu punya karakteristik yang beda. Tetapi, kalau kita bisa mengontrol supply nya tentu pasti akan lebih baik," kata Eko saat ditemui di Jakarta, Senin (23/10/2023). 

Tanpa Sinas-NK, dia melihat adanya ketidakadilan dan ketidakseimbangan antara kebutuhan pasar dan pasokan barang. Jika tidak diatur, maka ancaman banjir impor akan terus terjadi dan menghambat daya saing industri. 

Adapun, pemberlakuan neraca komoditas diyakini dapat efektif mengendalikan impor melalui keterbukaan dan transparansi data yang sesuai dengan pasokan dan permintaan nasional. 

"Kita harus pastikan agar supply nya itu bisa sinkron atau fair, apakah itu yang berasal dari produksi dalam negeri atau impor, atau kawasan berikat mungkin yang masuk ke dalam negeri, agar bisa fair di pasar itu," ujarnya. 

Sebelumnya, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengeluhkan penggunaan Sinas-NK yang menghambat aktivitas importir lantaran proses perizinan yang semakin berbelit. 

Ketua Umum GINSI, Subandi mengatakan rekomendasi izin impor dari Kementerian teknis semakin sulit dan tata cara penggunaan neraca komoditas masih menjadi hal yang awam bagi importir. 

Salah satu yang terdampak dari pemberlakuan Sinas-NK yakni pelaku usaha importir ban pemegang API-U (angka pengenal impor umum) yang tidak dapat melakukan impor sejak Desember 2022. 

Berlakunya Sinas-NK membuat kelangkaan ban jenis truk dan bus radial (TBR) untuk kendaraan besar di sektor transportasi logistik dan ban jenis off road radial (OTR) ring 24 ke tas untuk di area pertambangan. Kedua jenis ban tersebut belum diproduksi dalam negeri. 

Asosiasi Pengusaha dan Importir Ban Indonesia (Aspibi) mendesak pemerintah memberikan kepastian penerbitan neraca komoditas ban jenis tertentu yang tidak diproduksi dalam negeri. 

"Jika NK ban tidak segera ditetapkan, akan berimbas pada operasional sektor usaha lainnya yakni transportasi logistik serta pertambangan. Pelaku usaha di sektor-sektor yang membutuhkan ban jenis TBR dan OTR saat ini sudah mulai menggunakan ban bekas di mana hal ini memengaruhi safety," ujar Ketua Aspibi, Hante Finanz Priyonggo.

Menjawab keluhan tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 46/2023 sebagai revisi atas PP No. 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, khususnya menyangkut neraca komoditas.

Dalam beleid terbaru PP 46/2023 disebutkan pada pasal 18A bahwa kebijakan penggunaan Neraca Komoditas tetap berlaku, tetapi ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Presiden. Namun, pemerintah mengakui adanya kekurangan dari sistem tersebut. 

"Pelaksanaan neraca komoditas dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan, khususnya dalam proses penetapan neraca komoditas untuk komoditas selain barang kebutuhan pokok..," bunyi beleid tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper