Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani baru saja merilis aturan terkait penindakan atas barang yang diguga terkait dengan tindakan terorisme dan kejahatan lintas negara.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 105/2023 yang merupakan revisi atas PMK No. 81/2021 tentang hal yang sama.
Dalam beleid teranyar tersebut, Sri Mulyani menghapus seluruh lampiran dalam PMK sebelumnya yang berisi jenis barang yang terkait dengan tindakan terorisme dan kejahatan lintas negara.
Barang tersebut mulai dari rincian prekursor bahan peledak, senjata api dan bagian dari senjata api, serta bahan berbahaya seperti sianida dan merkuri.
Alhasil, dalam PMK terbaru ini Sri Mulyani menetapkan bahwa barang berdasarkan Bukti Permulaan yang diduga terkait dengan tindakan terorisme berupa bahan potensial, meliputi barang berbahaya yang berpotensi digunakan untuk tindak pidana terorisme dan senjata api dan bagian dari senjata api.
Selain itu, bahan berbahaya, bahan peledak, dan selulosa nitrat (nitrocelulose) serta nformasi dari intelijen dan Bea Cukai, termasuk barang bukti permulaan.
Baca Juga
“Rincian jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri,” tulis ayat 1a.
Pada dasarnya, pejabat bea dan cukai memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan berwenang melakukan penindakan atas barang yang berdasarkan bukti permulaan diduga terkait dengan tindakan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara.
Kejahatan tersebut mulai dari pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga terkait kejahatan di bidang benda cagar budaya.
Nantinya, bea cukai akan melakukan penindakan dari barang-barang yang masuk tersebut mulai dari penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan pemeriksaan terhadap barang, bangunan, atau tempat lain, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang atau orang.
Bea cukai juga akan melakukan penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut, serta melakukan penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut.
Adapun, mengacu laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat 46 dari 550 hasil analisis transaksi keuangan yang terkait tindak pidana pendanaan terorisme sepanjang Januari-Agustus 2023.
Sementara untuk periode Agustus 2023 saja, terdapat 74 hasil analisis dari laporan yang diterima PPATK, baik Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT), hingga Laporan Transfer Dana dari/ke Luar Negeri (LTKL).
Dari 74 HA, empat diantaranya diketahui terkait tindak pidana pendanaan terorisme.