Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) telah memulai babak baru pada pengembangan lapangan dengan potensi gas terbesar di Indonesia, Lapangan Abadi Masela atau Blok Masela usai mencaplok 35% saham yang sebelumnya dikendalikan Shell.
Pertamina secara resmi telah menuntaskan proses pengalihan hak partisipasi (PI) Shell Upstream Overseas Services (I) Limited di Blok Masela. Perjanjian jual beli ditandatangani pada 25 Juli 2023 dan persetujuan Menteri ESDM Arifin Tasfrif atas pengalihan PI diperoleh pada 4 Oktober 2023.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan dalam mencaplok saham milik Shell di Blok Masela, pihaknya bermitra dengan perusahaan migas asal Malaysia, Petronas.
Adapun, 35% saham yang sebelumnya dimilik Shell, kini 20% digenggam oleh Pertamina, dan 15% digenggam Petronas melalui Petronas Masela Sdn. Bhd.
Nicke menuturkan, pihaknya tengah berkoordinasi intensif bersama dengan Inpex dan Petronas untuk mempercepat upaya pengerjaan Lapangan Abadi Masela.
“Pertamina berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals [SDG’s] seperti proyek pengembangan Lapangan Abadi yang akan menerapkan CCS,” kata Nicke lewat siaran pers, Rabu (18/10/2023).
Baca Juga
Nilai divestasi 35% hak pengelolaan milik Shell dilepas dengan harga sebesar US$650 juta setara dengan Rp9,75 triliun (asumsi kurs Rp15.002 per dolar AS).
Rencananya transaksi divestasi itu bakal dilunasi lewat dua termin permbayaran, yakni US$325 juta secara tunai dan tambahan US$325 juta akan dilunasi konsorsium Pertamina dan Petronas saat final investment decision (FID) yang ditarget rampung pada triwulan ketiga tahun ini.
“Sebelum final investment decision kami harus menyelesaikan dulu front end engineering design (FEED), kami harapkan 2026 itu sudah ditandatangani sebelum itu FID-nya dan itu langsung kami jalankan,” tutur Nicke.
Jalan Panjang Pengembangan Blok Masela
Masuknya Pertamina menggantikan Shell telah membuka babak baru dari pengelolaan Lapangan Abadi Masela, proyek yang 25 telah mangkrak.
Operator Blok Masela, Inpex Masela Ltd, awalnya mendapatkan kontrak selama 1998—2028 atau selama 30 tahun melalui lelang terbuka oleh pemerintah Indonesia. Kemudian, melalui pengeboran sumur eksplorasi pertama, Inpex berhasil menemukan ladang gas Lapangan Abadi pada 2000.
Dalam perjalannya, pengembangan Lapangan Abadi Masela telah banyak mengalami perubahan. Awalnya pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pengembangan kilang gas alam cair (LNG) Blok Masela direncanakan di laut (offshore) atau dengan skema floating LNG (terapung).
Seiring dengan penemuan cadangan gas baru, Inpex kemudian mengajukan rencana peningkatan kapasitas kilang dari 2,5 metrik ton menjadi 7,5 metrik ton LNG per tahun sehingga mengharuskan adanya revisi rencana pengembangan (plan of development/PoD). Revisi PoD itu belum selesai hingga akhir masa pemerintahan SBY, yang kemudian diajukan lagi saat pemerintahan Jokowi.
Namun, revisi tersebut malah memunculkan perdebatan panjang. Kala itu, Menko Kemaritiman Rizal Ramli mempersoalkan rencana pembangunan kilang LNG terapung (FLNG). Menurutnya, lebih baik membangun kilang LNG darat di Pulau Aru, Kepulauan Maluku.
Investasi kilang LNG onshore diklaim lebih murah dibanding FLNG, yakni US$19,3 miliar dibanding US$14,6 miliar-15 miliar.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said saat itu berpandangan bahwa proyek Blok Masela lebih efisien apabila digarap dengan FLNG. SKK Migas pun cenderung sependapat tentang penggunaan FLNG. Akhirnya, pada 2016, Jokowi memutuskan pengembangan Blok Masela dilakukan di darat dengan harapan dapat memberi manfaat lebih besar bagi masyarakat. Inpex pun harus menyampaikan kembali PoD baru. Konsekuensinya, konstruksi proye
Dalam PoD baru, Inpex mengajukan perpanjangan kontrak 20 tahun ke depan guna mendapatkan keekonomian proyek. Selain itu, juga mengajukan insentif fiskal, perubahan besaran investasi, dan bagi hasil. Pembahasan PoD berjalan lambat.
Pada 2017, pemerintah sepakat untuk memberikan perpanjangan kontrak selama 20 tahun plus 7 tahun kepada Inpex sebagai kompensasi perubahan skema pengembangan kilang LNG. Inpex baru menyerahkan revisi PoD proyek LNG Lapangan Abadi Blok Masela kepada pemerintah pada 20 Juni 2019. Tak lama, pemerintah pun menyetujui revisi PoD tersebut.
Gas Masela Ramai Pembeli
Dengan cadangan gas terbesar di Indonesia, produksi dari Lapangan Abadi Masela cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tidak hanya itu, gas yang dihasilkan potensinya pun turut dilirik oleh pembeli dari luar negeri.
Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia. Produksinya diestimasikan dapat mencapai 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun MTPA dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).
Proyek Blok Abadi Masela itu bakal menutupi lebih dari 10 persen kebutuhan impor LNG tahunan Jepang nantinya. Di sisi lain, proyek itu juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang, dan beberapa negara Asia lainnya.
Di dalam negeri, calon pembeli gas bumi dan LNG dari Lapangan Abadi Masela di antaranya adalah PT PLN (Persero) dan PT Pupuk Indonesia (Persero).
Keduanya telah telah meneken nota kesepahaman dengan Inpex untuk memasok kebutuhan gas dari Proyek LNG Abadi pada 2020. Selain itu, terdapat PT Perusahaan Gas Negara Tbk. yang akan menjadi pembeli hasil produksi gas Lapangan Abadi Masela.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan komitmen pembelian gas jangka panjang ketiga perusahaan itu mencapai 3 juta ton LNG per tahun (MTPA).
Dwi menambahkan, terdapat komitmen pembeli gas sebesar 17 juta MTPA yang berasal sebagian besar dari pembeli potensial luar negeri.
“Permintaan sekarang sudah 20 juta [MTPA] yang menyatakan tertarik ambil LNG Abadi Masela jadi istilahnya mereka kirimkan letter of intent,” kata Tjip.
Tjip menambahkan, pembeli potensial luar negeri itu sebagian besar berasal dari Jepang dan China. Dia memastikan pengembangan Blok Masela bakal ikut terdorong lewat komitmen pembelian yang tinggi dari beberapa perusahaan saat ini.
Dia menambahkan, peminat gas alam cair hasil produksi Blok Masela bertambah, termasuk dari luar negeri. Bahkan, calon pembeli asing itu berminat membeli dua kali lipat dari rencana produksi dari Blok Masela.
“Yang luar negeri itu mintanya saja sudah dua kali lipat dari rencana produksi,” katanya.