Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sudah Jualan di E-commerce, Pedagang Tanah Abang Ngeluh Kalah Saing dengan Influencer

Pedagang Pasar Tanah Abang mengeluh kalah saing dengan influencer dalam menjajakan dagangannya, meski sudah mengerahkan segala upaya di e-commerce.
Tumpukan stok dagangan para penjual di Pasar Tanah Abang, Senin (11/9/2023)/Bisnis.com-Crysania Suhartanto
Tumpukan stok dagangan para penjual di Pasar Tanah Abang, Senin (11/9/2023)/Bisnis.com-Crysania Suhartanto

Bisnis.com, JAKARTA - Imbauan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan agar pedagang mulai memanfaatkan platform online ternyata sudah lebih dulu ditekuni oleh sejumlah pedagang di Pasar Tanah Abang. Sayangnya, berdagang di platform online tidak semanis yang dibayangkan.

Pedagang Pasar Tanah Abang mengeluh kalah saing dengan influencer dalam menjajakan dagangannya, meski sudah mengerahkan segala upaya untuk menarik pembeli di platform tersebut. 

Harif, 33 tahun, penjual aksesori di lantai 3 Pasar Tanah Abang adalah salah satu pedagang yang sudah memanfaatkan platform online seperti Lazada sejak 2018 dan mulai membuka akun di platform lainnya seperti Shopee dan Tokopedia. 

Awalnya, Harif cukup menikmati berjualan online, apalagi setahun setelah berjualan online Covid-19 datang melanda Indonesia. Kala itu, masih ada sekitar 5 pembeli yang membeli dagangannya melalui platform online. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah pembeli semakin menurun.

Harif mengaku kalah saing dengan sejumlah influencer yang memiliki banyak pengikut di platform online.

“Sekarang online itu apalagi sejak ada sistem live, kayak artis-artis, orang yang tadinya udah punya duit, udah kaya, udah punya pamor, dia punya daya jual. [Influencer] Lawan kita orang biasa, kita udah jauh, kalah,” kata Harif saat ditemui Bisnis, Kamis (12/10/2023).

Tutupnya TikTok Shop menurut dia tidak cukup berdampak terhadap penjualan para pedagang, lantaran influencer tersebut tentu akan beralih ke platform lain seperti Shopee, Lazada, dan Tokopedia. Sehingga menurut pria yang telah berjualan di Tanah Abang sejak 2010, inilah yang menjadi penyebab sejumlah pedagang lainnya mendorong pemerintah untuk menutup platform online lainnya.

“Makanya orang berpendapat kalau tutup satu, tutup semua,” ujarnya. 

Kendati demikian, usulan tersebut juga dinilai dapat mematikan sejumlah pedagang kecil yang tidak memiliki toko fisik. Sehingga, Harif meminta pemerintah  mencari solusi agar pedagang biasa tidak kalah saing dengan influencer serta dapat bersinergi dengan platform online.

Di sisi lain, dia juga meminta pemerintah untuk membantu para pedagang. Dengan begitu para pedagang mampu menarik banyak pembeli di platform online. Sebab, Harif mengaku belum memahami kiat-kiat untuk menarik lebih banyak pembeli.

Selama ini, Harif hanya mengunggah foto dagangannya ke platform online dan menunggu produknya terjual. Padahal, jika dia melihat sejumlah pedagang yang telah ‘memiliki nama’, banyak yang memanfaatkan ‘cara cepat’ seperti membeli followers, memasang iklan, dan cara lainnya yang dapat menarik banyak pembeli.

“Bukannya nggak nyoba, cuma kita lebih gaptek [gagap teknologi] aja mungkin, nggak mendalami soal begituan. Kita belum siap untuk itu aja sih. Kalau main normal jujur kita udah nyoba semua tapi kalau nggak normal kita belum coba,” jelasnya. 

Rizal, 60, penjual tas, juga sudah memanfaatkan platform online sejak pandemi Covid-19. Alasannya turut merambah ke platform online karena ingin mengikuti perkembangan teknologi saat ini.

“Kita ikutin yang lagi tren,” ujarnya.

Kendati demikian, Rizal harus kalah saing dengan sejumlah influencer yang memiliki pengaruh yang cukup besar dibandingkan dengan dirinya. Ditambah lagi dengan kehadiran TikTok Shop yang menjual barang dengan harga yang sangat murah, sehingga membuat dagangannya baik di platform online maupun offline menjadi sepi.

Terkait harga barang yang sangat murah tersebut, dia berharap pemerintah lebih tegas dalam mengatur barang-barang murah yang masuk ke Indonesia.

“Kalau nggak boleh [barang murah] masuk, nggak boleh [masuk]. Kalau boleh, pajaknya ditinggikan supaya kita bisa lawan [harga] barang dari luar,” tuturnya.

Keluhan pedagang lantaran kalah saing dari influencer mendapat respon dari Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kemendag Rifan Ardianto.

Rifan mengatakan, salah satu alasan pemerintah mengatur social commerce hingga algoritma sebagaimana tertuang dalam Permendag No.31/2023 salah satunya untuk mencegah hal-hal tersebut.

“Jangan sampai artis dan sebagainya dia punya followers banyak sedangkan dari UMKM baru sekian, ternyata diprioritaskan ke sana. Itu bisa terjadi pemanfaatan data yang tidak adil kan,” katanya kepada awak media di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (12/10/2023).

Untuk itu, pemerintah terus mendorong agar pelaku e-commerce tidak menyalahgunakan data yang ada. Menurut dia, siapapun yang berjualan di platform online harus memiliki kesetaraan.

“Jangan ada pembatasan permainan algoritma yang mengarah pada satu penjual atau yang mengarah pada produk-produk tertentu,” tegasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper