Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Tidak Intervensi Soal Bursa CPO RI

Segara Research Institute menilai Intervensi yang minim jadi salah satu syarat agar bursa CPO RI diakui di pasar global.
Tangki penyimpanan CPO emiten perkebunan dan pengolahan sawit Grup Rajawali, PT Eagle High Plantation Tbk. (BWPT). Bisnis-Hafiyyan.
Tangki penyimpanan CPO emiten perkebunan dan pengolahan sawit Grup Rajawali, PT Eagle High Plantation Tbk. (BWPT). Bisnis-Hafiyyan.

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam menilai pembantukan bursa minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di Indonesia tidak mudah. Intervensi yang minim jadi salah satu syarat agar bursa diakui di pasar global.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dalam hal ini Bappebti tengah mempersiapkan pembentukan bursa CPO Indonesia. Nantinya setiap ekspor CPO wajib dilakukan melalui bursa berjangka CPO.

Adapun selama ini, perdagangan CPO Indonesia masih mengacu pada bursa Rotterdam dan Malaysia (MDEX).

"Pemerintah harus menyakinkan dan memastikan intervensi dari pemerintah untuk mendukung itu minim," kata Piter dalam diskusi publik White Paper Perkembangan dan Kebijakan Industri Sawit Indonesia, Senin (2/10/2023).

Di sisi lain, menurut dia, mewajibkan ekspor melalui bursa berjangka dalam negeri juga tidak akan serta merta menghilangkan peran bursa Rotterdam dan Malaysia. Musababnya, untuk menciptakan rujukan harga global, sebuah bursa harus teruji kredibilitasnya.

Piter menyebut bursa Rotterdam dan Malaysia pun sudah melalui jalan panjang hingga puluhan tahun untuk diakui pelaku usaha secara global. Oleh karena itu, pemerintah, kata Piter juga perlu memberikan insentif kepada pelaku usaha agar turut bertransaksi melalui bursa CPO tanpa paksaan.

"Tetapi pemerintah harus konsisten bagaimana bursa CPO itu adalah benar-benar berdasarkan mekanisme pasar sehingga harga yang tebentuk adalah harga yang kredibel," ujar Piter.

Sebaliknya, dia memandang bahwa pengaturan ekspor CPO dan produk-produk turunannya yang terlalu ketat melalui bursa CPO, justru akan menjadi boomerang bagi Indonesia dan merugikan industri sawit. Negara penghasil barang, kata Piter, tidak harus selalu menjadi penentu harga. 

"Pasar yang kredibel, efisien dan tidak mengalami distorsi, akan menjadi acuan bersama," ucapnya.

Sebagai contoh, Piter menyebut harga minyak mentah dunia selama ini bukan didikte oleh produsen besar seperti Arab Saudi, Rusia, dan Irak. Melainkan merujuk pada harga di pasar Brent dan West Texas Intermediate (WTI) yang berada di Eropa dan Amerika Serikat.

Sejumlah negara eksportir minyak mentah yang tergabung dalam OPEC, bisa saja mempengaruhi pergerakan harga minyak dengan strategi menurunkan atau menaikkan produksi, tapi hal tersebut hanya menjadi satu dari sekian banyak faktor penentu harga.

"Harga komoditas di bursa ditentukan oleh faktor fundamental dari penawaran dan permintaan di mana berubah seiring dengan terjadinya peristiwa ekonomi dan memicu gelombang jual-beli," katanya.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (7/8/2023), Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono mengatakan para pengusaha mempertimbangkan biaya mandatory bursa yang berisiko terhadap harga CPO yang tidak lagi kompetitif.

"Ini akan membuat pembeli berpindah ke negara produsen lain," ujar Eddy saat dihubungi Senin (7/8/2023).

Adapun pertimbangan harga akan menjadi lebih mahal lantaran saat harga referensi CPO menjauhi threshold (ambang batas) US$680 per ton, pemerintah menetapkan pungutan ekspor (PE) sebesar US$85 per ton dan bea keluar (BK) sebesar US$33 per ton.

Menurut dia, adanya biaya mandatory bursa hanya akan menambah beban pelaku usaha.

"Kalau ditambah beban biaya bursa, dikhawatirkan harga kita menjadi tidak kompetitif," katanya.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung memandang bahwa pembentukan bursa CPO merupakan amanat presiden Joko Widodo terhadap Menteri Perdagangan agar dapat menciptakan price reference (harga referensi) CPO Indonesia secara mandiri.

"Kami petani sawit bersikeras mengatakan bahwa bursa CPO Indonesia ini bukan sekadar untung dan rugi tapi rasa nasionalis semua stakeholder sawit," kata Gulat.

Melalui bursa CPO, nantinya harga CPO akan menjadi acuan harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani di pabrik kelapa sawit. Adapun di hilir, lanjut Gulat, harga CPO yang terbentuk di bursa akan menjadi harga patokan ekspor yang transparan.

Menurutnya, manfaat bursa CPO bukan hanya bermanfaat untuk keperluan ekspor, tapi juga memungkinkan untuk transaksi CPO untuk keperluan domestik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper