Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai belum ada aturan yang kuat bagi perusahaan atau entitas bisnis di dalam negeri untuk membeli unit karbon di Bursa Efek Indonesia.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal OJK Antonius Hari P.M mengatakan absennya kewajiban pembelian itu membuat transaksi bursa karbon saat ini sepi.
“Tidak ada pasokan dan permintaannya masih kecil, kita perlu kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk membuat bursa karbon ini menjadi lebih cair,” kata Hari dalam webinar Jakarta Foreign Correspondent Club, Jumat (29/9/2023).
Adapun, Bursa Karbon resmi diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (26/9/2023), dan menghimpun transaksi Rp29,2 miliar. Namun, pada hari kedua IDX Carbon mencatatkan transaksi Rp0.
BEI mencatatkan volume perdagangan karbon perdana mencapai 459.953 ton unit karbon. Transaksi yang tercatat hingga penutupan adalah 27 kali transaksi.
Sementara itu, harga karbon pada pembukaan dan penutupan tidak mengalami perubahan, yakni pada Rp77.000 per unit karbon.
Baca Juga
Total pengguna jasa atau user Bursa Karbon hari ini juga tidak mengalami perubahan dari kemarin, yakni sebanyak 16 pengguna jasa.
“Terkait permintaan saya pikir masih kecil karena tidak ada kewajiban yang kuat bagi seluruh perusahaan untuk membeli unit karbon, sementara permintaannya cenderung besar tapi masih dalam tataran potensi volumennya,” kata dia.
Di sisi lain, dia mengatakan terdapat kemungkinan untuk membuka transaksi bursa karbon itu untuk calon pembeli luar negeri. Kemungkinan itu diharapkan dapat meningkatkan likuiditas dari bursa karbon domestik saat ini yang masih belum cair.
“Tapi kita masih perlu banyak regulasi dari pemerintah saya kira penyusunannya masih dalam proses terkait hal itu,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, penjualan unit karbon di Bursa Karbon Malaysia (Bursa Carbon Exchange/BCX) pada saat perdagangan perdana tanggal 16 Maret 2023 lalu tercatat sebanyak 150.000 kredit karbon dari 15 perusahaan yang berpartisipasi sebagai pembeli. Transaksi perdana karbon tersebut terjadi setelah Bursa Karbon diluncurkan pada akhir 2022 lalu.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman menuturkan pihaknya belum mematok target volume transaksi karbon. Menurutnya, BEI sebagai penyelenggara Bursa Karbon masih menunggu dari SPE-GRK dan permintaan dari pengguna jasa untuk mematok target volume transaksi Bursa Karbon.
"Kita [Bursa Karbon] di pasar sekunder berbeda dengan IPO bursa efek melakukan primary market, sehingga kita bisa tahu volume. Kami bergantung terhadap SRN-PPI di KLHK," ucap Iman dalam konferensi pers Bursa Karbon, dikutip Rabu (27/9/2023).