Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Karbon Bisa Dongkrak Investasi Sektor Energi Bersih di Indonesia

Indef melihat peluang besar bursa karbon sebagai momentum untuk mendongkrak sektor energi terbarukan di Indonesia.
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga angin/Reuters
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga angin/Reuters
Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat peluang besar bursa karbon sebagai momentum untuk mendongkrak geliat sektor energi terbarukan dan pengembangan teknologi ramah lingkungan di Indonesia.
Sebagai informasi, penyelenggaraan bursa karbon perdana dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bertajuk IDXCarbon resmi meluncur sejak Selasa (26/7/2023). Perdagangan karbon tahap awal terutama akan diramaikan subsektor ketenagalistrikan, seiring kebijakan mandatory pemerintah terhadap keterlibatan 99 PLTU berbasis batu bara.
Kepala Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Abra Talattov melihat realisasi bursa karbon merupakan pijakan awal dalam membangun reputasi Indonesia di mata dunia berkaitan agenda net-zero emission.
"Ini langkah awal yang mencerminkan bagaimana komitmen Indonesia ikut berperan dalam agenda global terkait net-zero emission," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (26/9/2023).
Pada penyelenggaraan tahap awal ini, Abra berharap regulator dan otoritas mampu meraih berbagai target dan indikator keberhasilan yang ingin dicapai, sembari secara bertahap mempersiapkan perluasannya ke sektor-sektor lain, seperti sektor kehutanan, pertanian, limbah, minyak & gas, industri umum, dan perikanan-kelautan.
"Kalau berhasil, maka penerapan bisa segera diperluas, sampai akhirnya Indonesia bisa masuk pasar karbon internasional. Keuntungan geografis Indonesia pun nantinya bisa dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan negara," jelas Abra.
Bursa karbon juga bukti bahwa Indonesia terbuka terhadap berbagai investasi atas teknologi dan inovasi berkaitan energi bersih. Secara tidak langsung, hal ini akan memberikan efek berupa peningkatan minat investor di sektor energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan di Tanah Air.
Selain itu, keberadaan bursa karbon nantinya akan memberikan tekanan agar pelaku usaha di setiap sektor industri memacu berbagai inisiatif pengurangan emisi karbon, bahkan berlomba mendulang cuan atas kredit karbon.
Abra mencontohkan kisah produsen mobil listrik asal Amerika Serikat (AS), Tesla yang kinerja bisnisnya sempat jeblok pada medio 2019-2020, namun kinerja keuangannya tetap tertolong karena hasil penjualan kredit karbon kepada perusahaan otomotif lain.
Sementara itu, pada bulan ini Apple meluncurkan produk netral karbon perdananya melalui jajaran produk Apple Watch terbaru, yang diklaim telah mampu mengurangi emisi hingga 75 persen ketimbang produk Apple Watch sebelumnya. 
Apple Watch yang diklaim Apple telah 100 persen diproduksi dengan sumber listrik energi terbarukan itu pun sekaligus menjadi batu loncatan Apple untuk merealisasikan target agar semua produknya menjadi karbon netral pada 2030. 
"Korporasi di dalam negeri juga akan mulai berlomba semakin hijau, berinvestasi energi bersih. Oleh sebab itu, penting bagi otoritas dan regulator untuk terus menjaga performa asesmen, pengawasan, sampai bagaimana mekanisme pemberian sanksi yang adil terhadap para korporasi yang melampaui ambang batas kuota emisi karbon sesuai ketentuan," tambahnya.
Menurut Abra, otoritas dan regulator juga perlu mempersiapkan secara paralel keterbukaan informasi yang ramah diakses masyarakat luas berkaitan kinerja korporasi di berbagai sektor atas upayanya menjaga netralitas karbon sesuai ketentuan.
Pasalnya, citra untuk berstatus lebih 'hijau' bagi suatu korporasi saat ini telah menjadi keniscayaan, di tengah kondisi pasar yang semakin menuntut transparansi atas jejak karbon suatu produk. Alhasil, transparansi berguna untuk menjaga bursa karbon semakin semarak.
"Transparansi menjadi keniscayaan. Perusahaan mana yang signifikan melampaui ambang batas kuota karbon, informasinya harus sampai kepada masyarakat. Sehingga jadi semacam sanksi sosial," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper